Karena Jatuh Cinta, Seorang Begal Bertaubat dan Menjadi Ulama Besar
Berubah drastis. Dari kegelapan menuju terang benderang. Kehidupannya betul-betul berubah total 180 derajat. Adalah Fudheil bin Iyadh. Seorang begal atau perampok, bahkan pimpinannya, yang barangkali mirip Yakuza Jepang pada zamannya.
Di antara kota Abiward dan kota Marw (Merve/Margiana) sekitar antara Uzbekistan dan Iran saat ini, ada satu wilayah gurun yang ia kuasai. Tidaklah ada musafir yang lewat jalanan itu, apalagi di malam hari, kecuali ia rampok harta bawaannya. Jalanan ekstrem itu lantas terkenal dengan sebutan "Gurun Fudheil bin Iyadh".
Di tengah kesibukannya dalam aktivitas merampok, suatu ketika Fudheil melihat di hadapannya lewat seorang perempuan yang cantik. Wajahnya anggun, teduh dan menawan. Waktu terus berjalan, namun Fudheil makin hari makin dihantui rasa penasaran. Wajah perempuan itu terus berkelebat dalam pikirannya. Selalu terngiang-ngiang dalam bisik hatinya. Dan fix: Fudheil dimabuk cinta.
Dia pun berusaha menelusuri siapa sosok perempuan itu. Layaknya intel, ia telusuri informasi kehidupan perempuan itu, sampai pada titik dimana Fudheil tahu betul siapa namanya, siapa orang tuanya, dimana ia tinggal, bahkan denah rumahnya pun ia dapatkan infonya.
Kesibukan malam-malamnya kini sedikit demi sedikit mulai berubah. Yang biasanya beraksi dalam agenda pembegalan dan perampokan, kini ia mulai sering melamun dan merenung. Yang biasanya menyusun strategi dalam menghadang musafir dan melucuti hartanya, kini ia sibuk menyusun strategi bagaimana cara ia bisa berjumpa dengan perempuan berparas indah itu.
Wataknya yang sekeras batu cadas, tiba-tiba menjadi lunak. Hatinya yang tak kenal belas kasih, tiba-tiba menjadi lembut dan melankolis. Itulah, awal mula munculnya secercah sinar di lubuk hatinya, yang kemudian akan terpancarkan cahaya hidayah.
Fudheil menyusun strateginya. Entah bagaimana pun caranya ia harus bisa menjumpai perempuan itu. Sampai di hari H, di tengah malam yang gelap gulita, di saat masyarakat kebanyakan nyenyak dalam tidurnya, Fudheil berangkat menuju rumah sang pujaannya. Sampai disana, dia memanjat pagar, dengan gesit ia loncat, dan bergegas menuju ke arah kamar incaran, lantas dia naik ke atas atapnya.
Suasana hening, membuat dia semakin gugup dan deg-degan. Saat berada di atas kamar itu, Fudheil pun sayup-sayup mendengar suara merdu entah siapa yang sedang bermunajat dan membaca Alquran dengan penuh penghayatan. Sontak ia terbawa suasana. Ia nikmati lantunan Alquran itu, sampai pada surat Al Hadid ayat 16 yang berbunyi:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ
Belum tiba-kah saatnya bagi orang-orang yang beriman, untuk tersentuh hatinya mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka?
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
dan janganlah mereka seperti orang-orang terdahulu yang telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
Mendengar itu, tubuh Fudheil terguncang hebat, tak terasa air mata bercucuran dengan derasnya, ia menangis histeris, dan reflek mengucap "iya, ya Allah, betul, telah tiba saatnya hatiku tunduk kepadaMu". Saking histerisnya, ia pun sampai terjatuh dari atap rumah. Ia lari, loncat pagar, dan terbirit-birit pulang sambil menangis sejadi-jadinya.
Esok harinya, tepat di waktu sore menjelang matahari tenggelam, ada rombongan musafir hendak melewati jalanan gurun wilayah Fudheil. Mereka berkata pada kawan-kawannya; "alangkah baiknya kita istirahat dulu saja, jangan lewat jalanan ini kecuali siang hari, aku khawatir ada Fudheil dan komplotannya".
Fudheil tak sengaja mendengar obrolan itu. Ia pun menghampiri mereka, dan berkata, "Wahai rombongan musafir, lanjutkan perjalananmu, jalan ini sekarang aman. Saksikanlah, aku adalah Fudheil, dan kini aku telah bertaubat. Sebagai bukti taubatku adalah aku akan berhijrah ke tanah suci Mekkah al Mukarromah".
Maka saat itu juga, Fudheil berhijrah ke Mekkah. Kehidupan suram masa lalunya telah ia tinggalkan secara total. Berubah 180 derajat. Ia bertaubat, memperbaiki diri. Bahkan ketika di padang Arafah, di saat ribuan jamaah haji berdoa mengangkat tangan dan menengadah ke langit, Fudheil bin Iyadh hanya tertunduk, kedua tangannya membekap kedua pipinya, ia menangis sesenggukan, dan bergumam berkali-kali, "ya Allah sungguh kelam masa laluku, meski Kau telah mengampuniku".
Di kota Mekkah, di samping memperbanyak ibadah, Fudheil pun serius belajar, mengaji, dan mendalami ilmu agama kepada para pembesar ulama disana. Hingga nantinya nama Fudheil muncul menjadi seorang ulama besar, bahkan ia menjadi salah satu guru dari imam besar mazhab, yakni Imam As-Syafii. bahkan Imam Ibnul Mubarak -yang juga murid Fudheil- berkata, "tak tersisa di atas muka bumi ini seseorang yang lebih unggul dibanding Fudheil bin Iyadh".
**
Bayangkan, seorang begal yang penuh dosa, hatinya sekeras batu cadas, hanya karena jatuh cinta, hatinya tersentuh, melunak, dan benih-benih kekhusyuannya mulai tumbuh. Kehidupan suramnya sekejap menjadi terang benderang. Dia bertaubat dengan tulus, memperbaiki diri, hingga manjadi pribadi yang baik, bahkan sampai menjadi ulama besar, sufi master dan salah seorang ahli hadits terkemuka, bahkan menjadi guru dari sosok pendiri madzhab Syafi'i, Imam Muhammad bin Idris As-Syafi'i.
Begitulah Gusti Allah mengubah alur kehidupan hambaNya. Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pengampun, Allah Maha Penerima Taubat. Taubat sangat mudah sekali. Cukup tiga syaratnya. Satu, menyesali perbuatan. Dua, bertekad tidak mengulangi. Tiga, meminta ampunan kepada Allah. Jika dosa itu berhubungan dengan hak orang lain, maka syarat keempat adalah mengembalikan hak itu kepada orangnya.
Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ [النساء: ٤٨]
Allah tidak mengampuni dosa syirik, kafir, atau murtad, tapi selain dosa-dosa tersebut, Allah mengampuni semua dosa-dosa, sebesar apapun itu dan sebanyak apapun itu.
Oleh karenanya, sebesar dan sebanyak apapun maksiat seorang manusia, puluhan tahun di dunia hitam, dosa menumpuk setinggi gunung, seluas dan sedalam samudera, atau seisi bumi dan langit, jika dia bertaubat dengan tulus, maka Allah pasti mengampuni semua dosa-dosa tersebut.
Bahkan dalam Alquran, Allah Swt berfirman memanggil para pendosa dengan bahasa yang amat mesrah;
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيم
Katakanlah: wahai hamba-hamba tersayang-Ku, yakni mereka yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Zumar: 53]
**
Allah selalu menanti hambaNya untuk kembali. Allah merindukan hambaNya yang meminta ampunan dengan sepenuh hati, dan jika ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka Allah pun janji akan menghapus seluruh dosa-dosanya.
Kehidupan sekelam Fudheil bin Iyadh saja bisa berubah drastis menjadi terang benderang, apalagi kehidupan kita yang insyaallah tidak sekelam itu. Dosa kecil-besar memang tidak bisa diremehkan, tapi anugerah Allah jauh lebih besar dari itu semua. Dan jika Allah berkehendak, Allah mampu menjadikan kita bagian dari hamba-hambaNya yang shaleh, alim, hebat dan bermanfaat. Anugerah Allah itu sangat luas, dan Allah berikan kepada siapapun yang Dia kehendaki, dan semoga kita masuk di antaranya.
Azro,
Surabaya, 21 April 2025
--
Referensi utama: kitab Tahdzibul Kamal karya Imam al-Mizzy, kitab Syakhsyiyyat Istawqafatni karya Imam al-Buthy, dan lain-lain.
Masyaallah, mudahkan dan bukalah hati kami untuk senantiasa menumbuhkan rasa cinta padamu ya robb
BalasHapusIzin nuqil ust
BalasHapus