Sebuah Kisah Ketika Allah 'Malu' Menyiksa Hamba Pendosa-Nya
Ada kisah menarik, tentang bagaimana Allah -dengan tanda kutip: malu, untuk menyiksa hambaNya di alam kubur. Diceritakan dalam Tafsir Ar Razi, suatu ketika Nabi Isa As berjalan menuju suatu tujuan. Di tengah perjalanan, beliau melewati sebuah pemakaman. Di komplek pemakaman itu Nabi Isa As menyaksikan para malaikat adzab sedang menyiksa seorang mayit di satu kuburan. Api berkobar membahana, kuburan sudah seperti jurang neraka. Melihatnya, Nabi Isa pun memaklumi, sebab siksa kubur atas ahli maksiat memang nyata adanya. Beliau pun melanjutkan perjalanannya.
Sesampainya Nabi Isa di tempat tujuan, dan beliau tuntas menyelesaikan urusannya di sana, Nabi Isa As pun kembali pulang. Rute jalan yang dilewati sama seperti jalan berangkat. Namun, ketika melewati komplek pemakaman itu lagi, Nabi Isa menjumpai kuburan si mayit berubah total 180 derajat.
Kuburan yang tadinya penuh siksaan, tiba-tiba menjadi penuh kenikmatan. Yang semula gelap gulita menyeramkan, kini menjadi penuh cahaya yang terang benderang. Yang awalnya seperti jurang neraka, tiba-tiba menjadi seolah taman surga. Yang mulanya dikelilingi para malaikat adzab, kini ia dikelilingi malaikat pembawa rahmat. Yang tadinya teriak dengan jeritan histeris, sekarang ia tertawa penuh bahagia.
Nabi Isa As terheran-heran atas kejadian itu. Sampai di rumah, beliau segera beranjak melaksanakan shalat, lalu berdoa dan bermunajat kepada Allah Swt.
"Ya Allah, ketika Hamba berangkat, Hamba menjumpai ada satu mayit disiksa oleh para malaikat adzab, namun saat perjalanan pulang dan melewatinya lagi, Hamba menjumpai dia diliputi kenikmatan yang luar biasa, dan dikelilingi para malaikat pembawa rahmat. Bagaimana mungkin itu terjadi?".
Menerima pertanyaan itu, Allah Swt pun menjawab melalui wahyuNya, "Wahai Isa, dulu si mayit itu adalah tukang maksiat. Ia mati saat masih bergelimang dosa dan belum sempat bertaubat. Oleh sebab itulah, sejak mati ia terbelenggu dalam kuburnya dengan himpitan penuh siksa.
"Namun saat pendosa itu wafat, ia meninggalkan seorang istri yang sedang mengandung janin darinya. Istrinya melahirkan bayi itu, lalu dirawatnya dengan baik, dan dididiknya hingga usia balita. Kemudian sang ibu itu menitipkan anak tersebut ke seorang ulama agar mengajarkannya ilmu agama.
"Dan ketika anak itu bisa mengaji, berdzikir dan menyebut namaKu; Bismillahirrahmanirrahim; dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, maka ketahuilah wahai Isa, Aku malu menyiksa hamba-Ku di perut bumi, sedangkan anaknya menyebut nama-ku di muka bumi".
***
Kisah ini ditulis oleh Imam Ar-Razi dalam kitab Tafsir Mafatih al-Ghaibnya, tepatnya pada pembahasan tafsir Basmalah. Kisah di atas sebetulnya cukup singkat. Namun ia mengandung makna yang sangat luas dan pelajaran yang amat mendalam.
Ada beberapa pelajaran yang bisa kita dapatkan dari kisah ini.
*
Pertama; bahwa dalam Islam, kunci terpenting keselamatan abadi di alam akhirat nanti adalah mati membawa iman dan berstatus sebagai muslim. Sebesar apapun dan sebanyak apapun dosanya. Memang, dosa maksiat yang belum sempat ia taubati semasa di dunia, akan dimintai pertanggungjawaban dan menjadi suatu hal yang mengerikan.
Namun selama ia masih berstatus seorang muslim, masih mengakui kehambaannya, mengakui ketuhanan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad, maka ia mempunyai potensi diampuni dosa-dosanya, bisa karena didoakan orang lain atau murni rahmat Allah. Kalaupun tidak keduanya, dan masih memikul dosa, maka ia akan dihukum di neraka atas nama keadilan Allah. Barulah saat ia sudah bersih, ia pun lantas dimasukkan ke dalam surgaNya.
*
Pelajaran kedua; pentingnya peran anak shaleh untuk kedua orang tuanya. Dalam hadits Shahih [HR. Muslim: 1631], Nabi Saw bersabda, bahwa ada tiga amalan yang akan terus mengalir pahalanya meskipun orang tersebut telah meninggal dunia. Satu, sedekah jariyah. Dua, ilmu yang bermanfaat. Tiga, anak shaleh yang mendoakannya.
Di akhirat nanti, hubungan orang tua dan anak bisa saling memberi manfaat. Dalam kisah di atas, anak shaleh memiliki peran yang sangat penting untuk keselamatan kedua orang tuanya. Bisa menjadi pelebur dosa, sekaligus bisa menjadi aset pahala yang terus mengalir, seperti yang Nabi sabdakan.
Dalam hadits shahih lain [HR. Ibnu Majah: 3660] Rasulullah Saw menjelaskan, bahwa orang tua yang amalannya pas-pasan, akan Allah angkat derajatnya berkat bacaan istighfar dari anak-anaknya. Dalam arti: anak shaleh yang derajatnya tinggi di surga, akan mengajak orang tuanya yang semula ada di surga level bawah, untuk tinggal bersama lagi di surga dengan level yang sama tinggi.
Begitu pula sebaliknya, ketika orang tuanya shaleh dan menduduki surga level tinggi, maka anak-anaknya pun yang semestinya ada di surga level bawah, Allah naikkan derajat mereka dan digabungkan bersama orang tuanya di surga level tinggi pula. [Lihat: Tafsir Baghawi Surah At Thur:21]
Hal itu, -menurut Imam Baghawi dalam tafsirnya, juga hadits shahih yang beliau sadur-, Karena ahli surga akan lebih berbahagia ketika orang-orang yang ia cintai saat di dunia, berkumpul bersama lagi di surga pada level yang sama tinggi. Orang tua yang sangat mencintai anak-anaknya, tentu akan bahagia ketika dikumpulkan lagi di surga bersama anak-anak mereka yang beriman. Dan sudah barang tentu, bahwa surga diciptakan oleh Allah Swt untuk membahagiakan penghuninya.
*
Pelajaran ketiga; seperti kisah di atas, bahwa setiap kali seorang anak mengaji, berdzikir, menyebut nama Allah, maka saat itu juga Allah 'sungkan' dan 'malu' untuk menyiksa orang tuanya. Maka dari itu, seyogyanya, saat kita sedang merindukan sosok ayah-ibu yang telah mendahului, bergegaslah ambil wudhu, mengaji Alquran, ikut duduk dalam kajian ilmu, berdzikir, bershalawat, atau amalan-amalan baik lainnya.
Di samping dapat menyelamatkan atau setidaknya meringankan keadaan orang tua di alam sana, amalan baik seorang anak juga senantiasa ditampakkan kepada mereka yang berada di alam kubur. Lantas mereka bergembira dan bersyukur kepada Allah Swt atas kebaikan yang anaknya lakukan itu. Tapi jika yang anaknya perbuat justru amalan buruk, maka mereka pun menangis sedih, dan meminta kepada Allah agar nyawa anaknya tidak tercabut saat sedang berbuat keburukan itu.
*
Kebaikan akan selalu menular. Kepada dirinya, ayah-ibunya, kakek-neneknya, anak-anaknya, juga keturunannya. Perbaiki diri dan yakinlah bahwa kita diciptakan sebagai orang baik, dan untuk selalu menjadi orang baik. Karena sebanyak apapun masalah yang kita hadapi, hidup di dunia ini hanya soal: lakukan yang terbaik, sisanya serahkan kepada Allah.
Azro,
Surabaya, 12 Mei 2025
Referensi: Tafsir Ar Razi, Tafsir Al Baghawi, dan kitab-kitab hadits yang disebut.
MasyaAllah
BalasHapusMasyallah 😁
BalasHapusMasyaallah, keberkahan ketika punya anak sholeh sholiha
BalasHapusMasya Allah. Mugi-mugi Allah jadikan anak sholeh sholehah untuk anak anak kita semuanya.
BalasHapusAmien Ya Allah ya Robbal Alamiin
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه الفاتحه
Masyaallah,sangat bermanfaat,,maka dari itu,,jngn malu dan sungkan,,apalagi malas malasan dlm mendatangi majelis ilmu dan berkumpul sama orang orang Sholeh,, Abah Zen,,🙏🙏🙏🙏
BalasHapusmasya Alloh
BalasHapusBarokallah fiikum Guse