Postingan

Idul Adha, Kurban dan Kisah Ketegaran Nabi Ibrahim As

Idul Adha bukan hari raya biasa. Idul Adha tak kalah besar dibanding hari raya Idul Fitri. Di momen Idul Adha ini setidaknya ada dua seremonial ibadah agung. Haji, dengan fenomena berkumpulnya jutaan manusia dari penjuru dunia di kota Mekkah. Dan kurban, dengan fenomena persembahan hewan ternak untuk disembelih lillahi ta'ala dan dagingnya dibagikan pada sesama. Dan dua ibadah agung ini oleh Islam diimplementasikan dari kisah agung Nabi Ibrahim As dan putranya, Nabi Ismail As. Ada pelajaran istimewa di balik kisah kurban. Kisah di mana Nabi Ibrahim diuji oleh Allah untuk menyembelih putra tersayangnya. Perintah ilahi itu datang melalui mimpi. Mulanya Nabi Ibrahim bimbang. Namun mimpi yang serupa selalu terulang dalam tidurnya hingga tiga kali. Mimpi para nabi adalah hal yang haq, adalah wahyu dari Allah. Tidurnya para nabi hanya tidur secara mata, bukan tidur hati. Nabi Ibrahim pun mantap dan meyakini kewahyuan mimpinya itu. Tentu ini ujian yang luar biasa berat. Nabi Ibrahim l

Wajah Baru Dakwah di Era Digital

[Prolog] Waktu silih berganti. Zaman ke zaman terus berjalan begitu cepat. Pengetahuan dan sains modern kini berhasil melahirkan kecanggihan teknologi yang terus menerus berkembang dengan pesat. Perjalanan manusia menuju ke arah serba digital pun terasa secepat kilat. Detik ini, nyaris seluruh aktivitas dan pekerjaan manusia telah bergantung pada alat-alat praktis dengan teknologi yang canggih, cermat dan akurat. Sains dan teknologi menggiring umat manusia bertransformasi menuju era yang betul-betul baru. Era baru yang penuh inovasi dengan segala model lika-liku kehidupannya yang sama sekali tak pernah terbayangkan dan tak pernah terbesit sedikit pun di pikiran umat manusia pada era-era sebelumnya. Kini dunia telah mengenal teknologi digital berbasis internet yang membuat nyaris seluruh aktivitas para penghuninya tak terbataskan oleh ruang dan waktu. Dahulu kala, berkomunikasi antar dua orang yang berjauhan lokasi masih manual dengan cara surat-menyurat yang bisa memakan waktu berbul

Ikhlas Belajar, Belajar Ikhlas dan Bagaimana Memanipulasi Niat

" Kalau niatmu mencari ilmu untuk bersaing, berbangga diri, mengalahkan kawan, dan mencari perhatian masyarakat, maka sebetulnya kau justru sedang berupaya merobohkan agama dan merugikan dirimu sendiri. Namun jika niat dan tekadmu murni karena Allah dan mencari petunjuk hidayah-Nya, maka berbahagialah, selama kau berjalan dan berjuang, sayap-sayap malaikat selalu menaungimu, dan jutaan ikan-ikan di laut senantiasa memintakan ampunan untukmu ". Teguran Imam Ghazali itu ada di halaman pertama. Bahkan masih di awal muqaddimah kitabnya yang berjudul Bidayatul Hidayah. Tanpa basa-basi. Langsung menampar para penuntut ilmu tepat di wajah mereka. Demi menyadarkan, dan membangunkan mereka dari tidur lelapnya. Meluruskan niat dalam mencari ilmu itu penting, dan memang sulit. Entah ilmu agama ataupun ilmu umum. Salah niat sedikit saja bisa mengubah hal istimewa menjadi tak berharga, dan hal mulia menjadi hina. Belajar di sekolah kejurusan, seperti multimedia, teknik mesin dan keper

Menjadi Wali, Cita-Cita Ahlu Tarim Sejak Usia Dini

Cita-cita berbeda dengan angan-angan. Cita-cita adalah titik target. Untuk mencapainya harus dengan rancangan, rencana, fokus tujuan dan usaha ekstra. Seorang yang bercita-cita, artinya dia memiliki target level yang harus ia capai, dan ia yakin akan berhasil meraihnya. Beda halnya dengan angan-angan. Hal mustahil, hal yang sulit tercapai, atau harapan yang tak dibarengi usaha dan keyakinan, masuk kategori angan-angan. Ia hanyalah bayangan. Tanpa tekad dan keseriusan, angan-angan hanyalah fatamorgana dan isapan jempol belaka. Anak kecil atau seusia remaja seringkali memiliki cita-cita hidup. Mereka yang bercita-cita, bukan sekedar berangan-angan, tentunya memiliki tekad kuat untuk mencapai tujuannya. Apapun jalannya, ia akan selalu berjuang melewati segala rintangannya. Bercita-cita menjadi dokter misalnya. Jika sejak usia SD seorang anak kecil ingin menjadi dokter, maka tentu pandangan hidupnya akan lebih jauh ke depan. Dia akan belajar bersungguh-sungguh. Menargetkan nilai yang ti

Hikmah dan Falsafah di Balik Peristiwa Isra Mi'raj

18 bulan sebelum Nabi berhijrah ke Madinah, tepatnya pada malam 27 Rajab, terjadi peristiwa agung dalam sejarah Islam. Adalah Isra dan Mikraj. Yakni perjalanan lintas negara dan lintas alam, yang dialami Nabi hanya dalam waktu satu malam. Isra adalah perjalanan Baginda Nabi Muhammad Saw dari Masjidil Haram Makkah ke Masjid Al-Aqsa Palestina, dengan mengendarai Buroq, yaitu sejenis hewan tunggangan yang ukurannya lebih besar dari keledai, dan lebih kecil dari bagal. Tiap langkahnya adalah jarak sejauh mata memandang. Di masjid Al-Aqsa, Nabi Muhammad melakukan shalat dua rakaat. Beliau menjadi imam, dan seluruh para nabi menjadi makmumnya. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju langit pertama, kedua, ketiga dan seterusnya hingga sampai di Sidratul Muntaha yang disebut dengan peristiwa Mi’raj. Di saat Miraj itu, Nabi diperlihatkan perihal surga dan neraka, dan hal-hal yang tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas di pikiran manusia mana

Telusuri Manuskrip di Tarim, Temukan Hubungan Erat Antara Hadhramaut dan Nusantara

Sabtu pagi (30/1), aku bersama tiga orang kawanku mendapatkan tugas khidmah. Syekh Ali Baharmi dan Habib Muhammad bin Hasan Al-Haddad meminta kami menemani dan membantu. Kali ini untuk menelusuri manuskrip-manuskrip kuno. Atau kitab-kitab berusia tua yang masih ditulis dengan tangan. Di sebuah rumah kuno milik keluarga Al-Haddad. Yang sudah lama tidak ada yang menghuni. Pagi usai terbit matahari itu, HPku berdering. Syekh Ali menelpon. Bertanya posisiku di mana. Kujawab, saya bersama teman-teman sudah ada di masjid Baharmi. "Yakher, langsung menuju ke masjid raya Al-Haddad Hawi ya, saya tunggu", kata beliau melalui telponnya. Kami berempat lantas berangkat menuju masjid Al-Haddad. Jaraknya sekitar 10 menit naik motor dari masjid Baharmi. Sampai di sana, kami diarahkan ke sebuah rumah. Tidak jauh dari masjid Al-Haddad. Rumah kuno berlantai tiga. Sudah berdebu cukup tebal. Karena lama ditinggal dan tidak dihuni oleh para ahli waris pemiliknya. Awal masuk rumah, kami langsung

Kholliny Janbak, Biarkan Aku di Sampingmu

Malam ini aku duduk di atap asrama. Orang sini menyebutnya: sutuh sakan. Aku duduk menghadap kiblat. Di bagian paling ujung. Saking ujungnya, hingga kakiku yang kuselonjorkan mungkin bisa terlihat dari bawah. Posisiku di ujung sebelah kanan, tapi di samping kananku masih ada longgar sekira satu lencang tangan. Aku di sana melamun sendirian. Di tengah kegelapan. Menatap langit tanpa batas. Juga tebing-tebing kokoh dan pemandangan kota Tarim, di tengah malam yang penuh bintang gemintang. Di sela-sela melamun itu, aku sempatkan membuka kitab pdf dan Maktabah Islamiyah melalui HPku. Dengan memakai layar split. Setengah layar atas untuk maktabah, setengah layar bawah untuk baca kitab pdf. Itu memang rutinitas santaiku sekaligus mencari bahan dan referensi untuk tugas thesis magisterku. Musik tenang dan syahdu tidak lupa kusetel. Dengan volume rendah. Kunikmati satu lagu klasik yang amat panjang dan cukup fenomenal. Dilantunkan oleh sang maestro Mesir pada zamannya; Ummu Kultsum. Menjadik