Di Tarim, Orang (maaf) Kurang Waras pun Hafal Alquran

Pagi tadi (31/12), aku nongkrong sambil sarapan roti bakhomri (sejenis roti goreng) dan segelas syahi halib (teh susu). Tiba-tiba lewat di depanku orang yang lagi ngomong sendiri, kata-katanya kurang jelas, cepat, persis orang mengoceh. Sesekali menoleh padaku, seolah mengajakku bicara. Orang di sampingku bilang: "tak perlu serius kau dengarkan, Nak, dia kurang waras".

Betul, dia ternyata kurang waras. Tapi aku justru makin penasaran apa yang ia ucapkan dengan irama cepat dan tak beraturan itu. Aku pasang telinga. Memusatkan pendengaran pada apa yang ia ucapkan. Ternyata ia seperti sedang berceramah, dan bahkan membacakan ayat Alquran yang cukup panjang. Aku terkejut. Aku katakan pada kawan di sampingku. "Eh, dengerin, orang itu ngeluarin ayat Alquran, lumayan panjang. Ayat tentang hukuman orang yang melawan Allah dan Rasul-Nya".

Kawanku mengernyitkan dahi, seperti tak percaya. Ia berdiri, menghampirinya, lalu bertanya; "Paman, innama jazaullladzina yuharibunallaha wa Rasulahu ... lanjutannya apa?" Kawanku pura-pura tak tahu dan memasang muka polos.

"Wa yas'auna fil ardhi fasadan an yuqottalu aw yusollabu aw tuqotto'a aidihim ... ", spontan ia lanjutkan ayat itu hingga akhir. Lancar sekali tanpa berfikir. Dia pun bilang "itu ada di surat Almaedah, juz enam, kalau kau ada mushaf Alquran aku bisa beri tahu mana letaknya". Jawabannya cepat dan spontan, dengan pandangan kosong seperti umumnya orang (maaf) kurang waras. Lalu ia lanjutkan lagi ngomong sendiri dengan ucapan yang cepat, dan berjalan pergi.

Aku menghela nafas, termenung, seolah mimpi. Terkagum-kagum, sekaligus tersayat hati. Bagaimana bisa orang yang secara psikologis kurang sehat, dengan mudahnya dia lantunkan Alquran di luar kepala. Sementara kita, manusia-manusia yang mengaku punya akal sehat dan membangga-banggakannya, justru yang keluar dari lisan adalah nyanyian-nyanyian lagu, bahkan caci maki. Bukankah dengan begitu, terlihat jelas perbedaan kebiasaan sehari-hari kita dan dia?

Takjub semacam ini hanya dirasakan oleh orang luar. Namun bagi masyarakat Tarim sendiri, hal semacam itu adalah hal yang lumrah. Kehidupan masyarakat sini sungguh tak bisa jauh dari Alquran. Jika kita amati kehidupan orang Tarim, kita akan lihat, satpam di posnya baca Alquran, penjaga toko baca Alquran, pedagang di pinggiran jalan baca Alquran. Tukang besi, kuli dan pekerja apapun, sibuk bekerja sambil mendengarkan lantuan Alquran lewat radio maupun Mp3.

Itu semua di luar masjid, di luar lingkungan pesantren, juga di selain waktu-waktu 'mustajabah'. Bagaimana dengan masjid dan pesantrennya? Masjid-masjid Tarim rutin tadarus baca Alquran sebelum subuh dan setelah magrib. Seminggu sekali khatam. Kita akan jumpai juga; orang awam, anak muda, orang tua dan anak kecil di waktu-waktu itu, iktikaf di masjid, membaca Alquran. Sudah membudaya hingga mendarah daging. Bahkan kata guruku, banyak juga orang-orang pedalaman Tarim yang tak bisa baca Alquran, namun karena budaya dan kebiasaan sedemikian rupa, mereka mampu hafal Alquran di luar kepala.

Kita juga temukan, sering kali ketika ada seorang dai berceramah di hadapan masyarakat Tarim, yang tak sengaja keliru melafalkan ayat Alquran, atau lupa lanjutannya, maka serentak diingatkan oleh jamaahnya, secara reflek dan spontan. Itu terjadi karena telinga yang biasa mendengarkan alunan Alquran akan terkejut saat mendengar ayat yang tak sesuai sebagaimana yang biasa didengar.

Bagaimana bisa kota ini melahirkan para manusia qurani yang bahkan secara psikologis dia kurang waras sekalipun? Sungguh tak berlebihan, jika tanah ini dijuluki tanah sejuta wali. Tak berlebihan pula, lembaga internasional ISIESCO menobatkan kota Tarim sebagai kota pusat peradaban Islam (the capital of islamic culture 2010). Syekh Prof Dr Ahmad Toha Rayyan, ulama senior Al Azhar Mesir yang pernah mengajar di Al-Ahgaff Tarim berkata: di dunia ini tak kan pernah kau jumpai seperti Tarim. Sungguh tak mungkin kau jumpai..

بلاد طاب مسكنها وطابت * مباركة لها رب رحيم
فلو نظرت فلاسفة إليها * لقالوا جنة الدنيا تريم

Negeri yang tentram dan sentosa * diberkahi Tuhan yang Maha Kasih
Andai para filosof melihat kota ini * niscaya mereka akan berkata: surga dunia adalah Tarim.

منازل خير سادة * لكل الناس قادة * محبتهم سعادة

ألا يا بخت من زارهم بالصدق واندر * إليهم معتني كل مقصوده تيسر

Tanah persinggahan sebaik-baik manusia mulia * para pemimpin umat manusia * mencintai mereka adalah simbol bahagia.

Oh, beruntung nian orang yang telah mengunjunginya dengan niat tulus * dengan penuh perhatian, maka permintaannya akan Allah mudahkan.

Azro Rizmy,
Tarim, 31 Desember 2018

===
Foto hanya pendukung tulisan

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru

Karena Tentukan Dukungan, Katak Dipuji, Cicak Dimurkai

Sanad Tertinggi di Muka Bumi