Mana yang Benar, Ziarah Akbar, Kubra atau Qubro?

Beberapa waktu lalu, muncul di timeline Instagram-ku sebuah postingan pamflet. Isinya: undangan terbuka gabungan beberapa majelis taklim untuk menziarahi salah satu makam ulama terkemuka di daerahnya. Pamflet itu bertuliskan: Ziarah Qubro, dengan desain kata "Qubro" yang cukup besar dan mencolok.

Aku pun iseng menangkap layar postingan tersebut. Lalu ku-posting di status WhatsApp dengan memotong gambarnya hingga terfokuskan pada kalimat "Ziarah Qubro". Aku beri caption:

زيارة قبرى ، بمعنى: زيارة قبر تدفن فيه اللغة العربية؟

"Ziarah Qubro, dengan arti: ziarah kuburan tempat bahasa Arab dikuburkan?"

Caption-ku ini singkat dan sederhana. Tapi bagi yang paham maksudnya, ia akan merasakan bahwa ini adalah caption yang berisi sindiran yang cukup menohok.

Oleh karena menohok itu, muncullah beberap komentar dari kawan-kawanku. Ada yang tertawa. Ada juga yang tidak setuju. Bahkan postingan WA-ku ini sempat dibagikan ke grup dan menjadi bahan perbincangan di sana.

Singkatnya, maksud dari Qubro dalam pamflet tersebut adalah akbar. Ziarah besar-besaran. Namun sayangnya, kata Qubro tidak ada dalam kamus bahasa Arab. Qof-ba'-ra' bermakna kuburan. Kalau pendesain pamflet bermaksud ziarah besar-besaran, maka kalimat yang pas dalam bahasa Arab adalah Ziarah Kubra. Sebagai sifat atau naat pada lafaz ziarah yang sama-sama berbentuk muannas.

Tapi kalimat Ziarah Kubra-pun jika konteks pamfletnya berbahasa Indonesia maka masih dianggap keliru. Karena 'kubra' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti gagal, batal, tidak jadi, dan bubar. Bahkan dalam Tesaurus, kubra juga bisa berarti mudarat dan bencana. Jadi, kalau ditulis 'ziarah kubra' pun kalau konteks pamfletnya berbahasa Indonesia, ya tetap keliru. Masa mereka mau buat acara ziarah gagal, ziarah batal, ziarah mudarat, atau bahkan ziarah bencana?

Kalau boleh lancang dan frontal, saya kira pendesain pamflet itu menuliskan Ziarah Qubro supaya terkesan lebih kearab-araban, dengan mencampurkan kata Arab, lalu mengubah K-nya kubra menjadi Q. Niatnya biar terlihat keren, tapi nyatanya justru salah dan keliru. Oleh karena itu, caption  "Ziarah Qubro, dengan arti: ziarah kuburan tempat bahasa Arab dikuburkan?" yang saya tulis di status WhatsApp itu cukup menohok. Artinya: jika kau bermaksud ingin bergaya kearab-araban, maka kearab-arabanmu itu justru "mengubur" linguistik bahasa Arab.

Ada kawanku yang berkomentar. Menurutnya, itu hal yang wajar. Akibat adanya penyerapan bahasa, dari Arab ke Indonesia. Seperti kata Iraq. Dalam bahasa Arab, Iraq memakai akhiran Q. Setelah dialihbahasakan ke Indonesia menjadi Irak dengan akhiran K. Begitu pula dengan kata akhlak, kadar dan kaidah yang awal mula dalam bahasa Arab memakai Q, lalu disederhadakan dalam bahasa Indonesia menjadi K.

Saya jawab, bahwa yang ia sebutkan tadi adalah pengalihan bahasa dari yang asalnya Q menjadi K. Bukan sebaliknya. Sedangkan Kubra menjadi Qubra adalah perubahan dari K ke Q. Itu yang jarang terjadi. Dan di samping itu, perubahan kubra ke qubra memengaruhi dalam segi arti. Dalam konteks Arab, kubra bermakna besar, dan qubra tidak punya arti, karena tidak ada dalam mufradat bahasa Arab. Sedangkan dalam konteks bahasa Indonesia, tidak ada kata qubra dalam KBBI. Kalaupun ia memakai kubra justru malah menyimpang dari arti yang ia kehendaki.

Walhasil, menurutku, cara penulisan yang benar tergantung sudut pandang dan konteks kalimat itu berada. Jika dalam konteks Arab --semisal jika pamflet itu dikemas berbahasa arab- maka yang benar adalah ziarah kubra زيارة كبرى. Jika dalam konteks Indonesia --semisal jika pamflet itu dikemas berbahasa Indonesia- maka yang benar adalah ziarah akbar. Akbar dalam KBBI bermakna besar.

Saya pun dulu pernah menulis 'ziarah akbar'. Lalu dikritik oleh kawanku: "kalau ziarah ya kubra, bukan akbar. Akbar itu mudzakkar. Sedangkan ziarah itu muannas. Sifat-naatnya tidak sesuai". Lantas saya jawab persis dengan ulasan di atas. Bahwa saya saat itu menulis berbahasa Indonesia, maka yang benar ziarah akbar. Kalau saya menulis berbahasa Arab, maka harusnya ziarah kubra.

Gramatika Arab memiliki kaidah tertentu. Pun gramatika Indonesia. Masing-masing dari keduanya memiliki aturan bahasa yang perlu ditaati. Maka jangan dicampuradukkan antara dua gramatika itu. Jika ingin menulis dengan berbahasa Arab, maka ikuti aturan gramatikanya. Begitu pula dengan bahasa Indonesia. Ikuti gramatikanya dan sesuaikan dengan KBBI-nya.

Namun kadang kala kita temukan kosakata dalam KBBI yang secara sekilas tampak kurang sesuai dengan bahasa asal serapannya. Ambil contoh kata muhrim. Dalam KBBI muhrim mempunyai dua arti. Satu, orang yang sedang mengerjakan ihram. Dua, orang yang masih ada hubungan keluarga dekat sehingga terlarang menikah dengannya, atau disebut juga mahram.

Barang kali itu disebabkan karena masyarakat Indonesia banyak memakai kata muhrim untuk arti mahram, lalu resmi menjadi kosakata bahasa Indonesia serapan. Tapi menurutku hal itu bisa ditolerir. Silakan memilih memakai kata apa. Namun saya lebih nyaman mamakai kata muhrim untuk orang ihram, dan kata mahram untuk orang yang ada hubungan keluarga dekat.

Ada juga kekeliruan gramatika yang lebih banyak terjadi. Yaitu kesalahan dalam menulis ejaan kata. Ada yang sampai mengubah arti. Ada pula yang tidak. Seperti kata 'selawat'. Banyak orang menuliskannya sholawat, shalawat dsb. Padahal yang sesuai dalam KBBI adalah selawat. Tapi saya sendiri, meskipun tahu yang benar adalah selawat, kadang lebih nyaman menulisnya sholawat, shalawat atau solawat. Memang keliru dalam segi ejaannya. Tapi kekeliruan itu tidak fatal dan tidak mengubah arti.

Menulis susunan kalimat berbahasa Indonesia yang baku dan benar memang cukup sulit. Banyak orang sekelas penulis yang masih sering keliru. Ada yang disengaja, ada pula karena unsur lalai, kurang teliti, atau ketidaktahuan. Saya pun demikian. Bahkan bisa jadi dalam artikel ini juga banyak kekeliruan. Apalagi dalam segi PUEBI-nya. Tapi yang jelas, orang dengan kualitas literasi yang tinggi tidak akan jatuh pada kekeliruan seperti menulis qubra dengan huruf Q. Bergaya kearab-araban agar terlihat keren. Padahal keliru dalam segi gramatika Indonesia. Keliru pula dalam segi gramatika Arab. Wallahu taala a'lam.

Azro Rizmy,
Tarim, Oktober 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru

Sanad Tertinggi di Muka Bumi