Indahnya Kolaborasi Tiga Budaya. Nusantara, Arab dan Tiongkok
Minggu tanggal 9 Agustus kemarin, keponakanku berkhitan. Musyaffa’ namanya. Dirayakan dengan pesta walimah seharian penuh. Pagi untuk undangan pria, sore untuk undangan kawan sebayanya dan malam untuk undangan wanita. Di malam itu juga, adalah puncak acara dengan pesta arak-arakan mengitari kampung. Ramai sekali.
Malam itu, si kecil ponakanku dirias dengan pakaian gagah dengan gaya putra kesultanan. Menaiki kuda cantik berwarna coklat putih. Potret kamera pun bertebaran di sekelilingnya, tak terkecuali kamera ponselku.
Rute arak-arakan ini terbilang cukup panjang. Sekitar 800 meter mengitari kampung Nginden Surabaya. Awalnya, rute arak-arakan hanya mengitari kampung bagian selatan, namun karena begitu meriahnya pesta arak-arakan ini, masyarakat merasa kurang puas yang akhirnya rute ditambah ke arah kampung utara.
Maklum saja, karena pesta ini dimeriahkan langsung oleh jam'iyah hadrah shalawat Al-Mahbub, pencak silat dari perguruan Setia Kawan, dan seni Barongsai dari SD Kreatif Muhammadiyah Barata Jaya.
Acara ini amat meriah. Terlihat dari masyarakat yang cukup antusias dan tentunya sangat terhibur sepanjang rute arak-arakan. Putra khitan tampak gagah menaiki kuda di barisan paling depan, diikuti tabuhan rebana banjari khas arab, lalu di belakangnya diikuti sekelompok anggota pencak silat dengan kostum serba hitam khas nusantara, kemudian disusul lagi hiburan seni Barongsai khas Tiongkok di barisan paling belakang.
Di sepanjang rute, semua mata tertuju pada arak-arakan yang cukup memukau itu. Suara gemuruh tabuhan rebana di barisan depan, tabuhan gendang di barisan tengah dan tabuhan jidor di belakang membuat suasana pesta rakyat ini semakin hidup. Terlebih Sang Orator, Gus Sonhaji yang semangat gembar-gembor memecah sela-sela keheningan.
Puncak kemeriahan arak-arakan ini ada di ujung akhir rute. Petugas dan penonton berhenti dan berkumpul di pertigaan jalan tepat di samping lokasi pesta. Di bawah pancaran lampu kuning kota yang cukup terang, setiap kontingen mempertunjukkan kebolehannya. Anggota pencak silat bergaya dengan jurus dan kepiawaian beladirinya, dan seni Barongsai dengan banyak atraksi serunya.
Tepuk tangan yang tak henti-hentinya, serta teriakan semangat dari penonton adalah bukti kemeriahan pesta ini. Tak pandang umur. Anak kecil, remaja, dewasa bahkan orang-orang tua pun ikut serta meramaikan suasana.
Pesta dengan perpaduan seni tiga budaya sekaligus ini masih bisa kita jumpai di beberapa daerah di Surabaya. Semisal Sidosermo, Jangkungan dan Nginden.
Azro Rizmy
Mahasiswa Faculty of Sharea and Law, Al-Ahgaff University, Hadhramaut Yaman.
Surabaya, 11 Agustus 2015, Snap Citizen Reporter
Komentar
Posting Komentar