Peran Indonesia dalam Menghadapi Problematika Islam Kontemporer
Catatan Ringkas dari Seminar Abuya Prof. Habib Abdullah Baharun di Auditorium Universitas Al-Ahgaff Tarim 22 Desember 2017
Oleh: Azro Rizmy
Abuya Baharun, begitu ia disapa akrab oleh kami para santrinya. Beliau adalah seorang pemikir Islam yang cerdas dengan analogi cara berfikirnya yang membuat para pendengarnya berdecak kagum. Di samping keahliannya dalam berbahasa Inggris, beliau pun sedikit-banyak mampu berbahasa Indonesia, karena beliau sendiri berkali-kali dan cukup lama berdiam di Nusantara. Oleh karenanya, jangan heran jika Rektor Al-Ahgaff ini faham betul dan mengerti selak beluk soal ke-Indonesia-an. Mulai dari budaya masyarakat, sejarah, dunia politik, perundang-undangan hingga ekonomi negeri.
Tak ayal, Buya Yahya yang merupakan murid dekat beliau pernah berkata; bahwa Abuya Abdullah Baharun memang bukan orang Indonesia, tapi jiwanya lebih Indonesia dibanding kita yang asli Indonesia.
Berikut beberapa poin yang bisa saya catat dari ulasan Abuya saat seminar ilmiah Jumat lalu (22/12) dengan tema "Peran Indonesia dalam Menghadapi Problematika Kontemporer".
🍃Poin pertama.
Bahwa setiap manusia mempunyai beberapa lingkup (ad-dairah) yang tidak saling kontradiksi satu sama lain.
Pertama, lingkup keluarga atau keturunan.
Keluarga Al-Aydrus misalnya, mereka akan tetap solid dan terjalin kekeluargaannya meski sebagian tinggal di Yaman, dan sebagian lainnya merantau ke Indonesia, Malaysia, India dsb. Jadi, lingkup kekeluargaan ini tidaklah mengenal batasan wilayah teritorial.
Kedua, lingkup kedaerahan.
Manusia juga mempunyai lingkup identitas yang dinisbatkan pada suatu daerah. Seperti si-Fulan adalah orang Indonesia, orang Jawa Timur, orang Surabaya, hingga menisbatkan pada desa atau kampung halaman yang lebih sempit cakupannya. Pandangan seseorang kepada temannya yang memiliki persamaan dalam satu lingkup ini (asal daerah yang sama) akan membuatnya mempunyai rasa solidaritas tersendiri dibanding teman yang tidak berasal dari daerahnya.
Ketiga, lingkup profesi.
Mahasiswa kedokteran jurusan ahli bedah di sebuah kampus di UK (Inggris) misalnya, tentu merasa lebih cocok dengan mahasiswa di kampus-kampus lain di seluruh dunia yang sama-sama jurusan dokter ahli bedah. Dan lingkup ini juga tidak memandang batasan wilayah.
Keempat, lingkup keagamaan.
Agama mempunyai pengaruh dalam kesolidan sesama pemeluknya. Pemeluk Yahudi di Amerika misalnya, mereka merasa bersaudara dan mempunyai hubungan khusus dengan Yahudi Israel. Pemeluk Budha di India merasa bersaudara dengan orang Budha di wilayah Burma. Maka, begitu pula dengan umat Muslim yang tersebar di antero dunia. Muslim di Indonesia adalah saudara dengan muslim di Timur Tengah, Asia, Amerika, Eropa dan Afrika.
Dengan demikian, lingkup persaudaraan sesama agama ini tidaklah mengenal batasan wilayah teritorial sebuah negara maupun benua.
Dalam hal ini, Abuya menekankan bahwa gabungan antara banyaknya lingkup ini tidaklah menyebabkan adanya kontradiksi. Orang Indonesia yang bersuku Jawa, yang berprofesi sebagai dokter dan yang beragama Islam, kriteria-kriteria yang ia sandang tersebut tidaklah mengakibatkan kontradiksi atau bertentangan satu sama lain. Maka salah besar jika ada orang bilang bahwa status keislaman seseorang bertentangan dengan status ke-Indonesia-annya. Menjadi seorang muslim tidaklah membuatmu anti Indonesia, dan tidak mengurangimu sebagai warga negara yang mencintai negerinya. Lalu dengan nada tegas Abuya menyatakan;
كونك مسلما يجعل لآدميتك معنى
"statusmu sebagai muslim menjadikan kemanusiaanmu memiliki arti".
Lingkup dan status keagamaan ini, lanjut beliau, adalah lingkup yang paling penting dalam hidup ini. Jika lingkup kedaerahan seperti status kewarganegaraan bisa diganti, dan tidak membuatnya menjadi pengkhianat negara, maka status keislaman seorang muslim sama sekali tidak diperkenankan untuk dilepaskannya. Karena agama adalah poin terpenting dibanding lingkup-lingkup lainnya.
Diakui atau tidak, kata Abuya, sikap presiden Amerika Serikat Donald Trumph yang ingin menjadikan Jerussalem sebagai ibukota Israel itu pun disinyalir adanya hubungan dekat dengan agama Yahudi. Terbukti dari menantu Trumph (suami putrinya) yang beragama Yahudi dan diduga putri Trumph pun juga berpindah ke agama Yahudi. Dengan demikian, sikap Trumph tersebut --meski dia sendiri adalah pemeluk Protestan- merupakan sikap yang muncul atas dasar agama, tidak hanya murni unsur politik.
Maka kita sebagai muslim harus tegas terhadap sikap mereka dalam menzalimi saudara-saudara kita sesama muslim. Di saat Palestina ditindas, maka siapa yang lebih berhak untuk marah dibanding kita? Di saat muslim Rohingya dibantai dengan cara genosida, maka siapa lagi yang lebih berhak untuk marah dibanding kita yang sesama muslim?. Siapa yang mencaci ayahmu, berarti ia juga mencacimu dan kau berhak untuk marah. Dan kemarahan disebabkan hal semacam itu adalah naluri setiap manusia. Begitu pula siapapun yang berbuat buruk terhadap agamamu maka ia juga telah berbuat buruk kepada dirimu.
🍃Poin kedua.
Adanya kekuatan westernisasi yang mencoba me-Barat-kan Indonesia. Dalam hal ini, Abuya mengibaratkan seorang sopir taksi. Sebagus apapun baju seragam yang dipakai sopir taksi itu tidak lain karena demi keuntungan bosnya saja. Sebagus apapun baju dan gaya si sopir tidak membuatnya menjadi bos dan pemilik mobil yang ia sopir. Dia tetaplah sopir. Begitu pula dengan fashion dan pemikiran ala Barat. Betapapun kau bergaya dengan model dan pemikiran ala Barat, hal itu tidak semerta-merta membuatmu menjadi orang Barat. Yang ada justru kau telah menjadi babu mereka dan sekaligus tidak bangga dengan identitas dirimu sendiri.
Upaya Barat dalam westernisasi cukup membahayakan. Mereka mengincar para pemuda dan santri dari keluarga yang terpandang keilmuannya dan dari latar belakang tertentu. Oleh Barat mereka diberikan beasiswa studi mulai bachelor, master hingga doktor, lalu pulang ke Tanah Air membawa pemikiran yang berbeda dan liberal. Dan masalah terbesarnya adalah mereka pulang nantinya menjadi pemikir liberal dengan tetap membawa nama keluarga terpandang dan tanpa melepas latar belakangnya.
🍃Poin ketiga.
Faham Islam yang asli dan mengakar kuat di benak umat Islam Indonesia adalah Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Namun saat ini, berbagai pemikiran di luar Aswaja mencoba untuk menyerbu faham asli Islam yang mengakar kuat di Nusantara ini. Seperti langkah Pemerintah Saudi yang memberikan ribuan beasiswa penuh kuliah berbasis wahabi, begitu pula Iran dengan ribuan beasiswa faham Syiahnya, juga Barat (Amerika, Eropa dan Australia) memberikan beasiswa kepada para santri guna berguru kepada kafir Orientalis (nonmuslim yang gemar mencari-cari celah untuk menyerang ajaran Islam) dengan faham liberalnya. Maka jangan kaget jika puluhan tahun ke depan, Indonesia yang mempunyai faham asli Islam Ahlu Sunnah Wal Jamaah ini akan diserbu oleh ribuan doktor Wahabi, ribuan doktor Syiah dan ribuan doktor Liberal.
🍃Poin keempat.
Sumbangsih Indonesia untuk Dunia. Dahulu, tanah Nusantara sangat disegani oleh Dunia dalam bidang tulis-menulis buku ilmiah. Para penulis produktif banyak terlahir dari rahim negeri ini, seperti Kyai Hasyim Asyari, Syekh Nawawi Banten, Syekh Mahfudz Termas dll yang karya berbahasa Arab Fasihnya menjadi rujukan penting dalam dunia keilmuan Islam. Namun untuk saat ini, dengan jumlah muslim 220 juta jiwa, nisbat Indonesia dalam sumbangsih untuk dunia literasi justru terhitung lemah. Maka kalian --kata Abuya kepada kami- harus menulis dan menjadi penulis produktif seperti para pendahulu kalian. Sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar di Dunia ini juga, Indonesia semestinya bisa menjadi rujukan Islam internasional dan Indonesia juga sangat layak menjadi tuan rumah konferensi ulama internasional se-dunia.
🍃Poin kelima.
Terkait ekomoni negeri. Dalam masalah ekonomi, kerjasama Indonesia di bidang ekonomi --perdagangan impor dan ekspor- antar negara-negara Islam juga terhitung lemah. Pemerintah Indonesia saat ini lebih erat kerjasamanya dengan Jepang, Cina, Amerika dan negeri-negeri nonmuslim lainnya. Maka alangkah baiknya jika sesama negeri mayoritas Islam, seperti Indonesia, Malaysia dan negeri-negeri Timur Tengah mau menjalin hubungan erat dalam kerjasama ekonomi negara mereka.
Tarim, 25 Desember 2017
Komentar
Posting Komentar