R29: Dahsyatnya Puncak Khataman Masjid Al-Muhdhor Tarim

Tarim, 29 Ramadhan 1440 H

Masjid Al-Muhdhor, masjid yang dinisbatkan pada Syekh Umar Al-Muhdhor, putra Syekh Abdurrahman Assegaff. Salah satu masjid paling dihormati dan dibanggakan masyarakat Tarim. Arsitekturnya berbahan baku tanah liat. Khas Hadhramaut. Desain tata letaknya seperti keumuman masjid kuno di Tarim. Berbentuk persegi. Dinding tebal. Tiang besar. Bagian depan masjid berupa ruangan beratap. Bagian tengah hingga ujung belakang dibiarkan terbuka tanpa atap.

Yang sangat menakjubkan adalah menaranya. Menjulang tinggi. Berbentuk persegi dengan gaya piramida. Yang makin ke atas makin meruncing. Berbahan tanah liat dan jerami. Yang dinobatkan sebagai menara berbahan baku tanah liat tertinggi di dunia. Desain menaranya juga indah memukau. Dengan paduan seni ukir khas masjid Hadhramaut, dihias dengan lampu putih dan hijau di malam hari. Betul-betul menjadi ikon kebanggaan negeri Yaman, terkhususnya kota Tarim.

Masjid Muhdhor ini tidak hanya menjadi lirikan para peziarah dan pelancong, tapi juga menjadi bukti riset para peneliti tentang sejarah peradaban Yaman. Juga menjadi pusat kegiatan religi kemasyarakatan Tarim. Acara-acara besar di kota ini, puncaknya akan digelar di masjid ini juga. Termasuk 'puncaknya puncak' khataman Alquran pada bulan Ramadhan.

Kota ini berukuran mungil. Tapi di dalamnya ada ratusan masjid. Sekitar 300-an. Meski hanya sebagian kecil di antaranya yang dipakai jamaah salat Jumat. Setiap masjid ada tadarus Alquran. Baik di bulan Ramadhan ataupun bulan-bulan biasa. Namun khusus bulan Ramadhan, di masjid-masjid itu ada tradisi acara khataman yang digelar meriah. Jadwalnya bergiliran. Dimulai malam 17 Ramadhan di Darul Mustafa. Malam 23 di masjid Assegaff. Malam 27 di masjid Baalawi. Dan masih banyak lagi masjid-masjid lain dengan jadwal yang berturut-turut setiap malamnya. Hingga malam akhir Ramadhan.

'Puncak segala puncak' acara khataman yang digelar di puluhan bahkan ratusan masjid itu ada di akhir bulan Ramadhan. Tepatnya malam ke 29. Dirayakan di masjid kebanggaan Tarim: masjid Al-Muhdhor. Masyarakat Tarim dan warga kota-kota sekitarnya berbondong-bondong 'tumplek blek' hadir di acara itu.

Dimulai dengan salat isya dan tarawih berjamaah. Tepat pukul 21.30. Tapi jangan tanya. Satu jam sebelumnya (masih jam setengah 9) bagian dalam masjid sudah penuh. Pukul 9 (atau setengah jam sebelum iqamat salat), pelataran dan jalanan depan masjid sudah membeludak dan penuh jamaah berdatangan. Disediakan lagi lapangan sepak bola yang cukup luas. Yang mampu menampung jamaah yang baru hadir. Hingga meluber di gang-gang pemukiman warga. Ramai dan meriah sekali.

Seperempat jam sebelum iqamat, tepatnya pukul 21.15 dilantunkan syair qasidah. Munsyidnya anak muda. Tanpa musik. Nadanya lambat. Iramanya tenang. Suaranya merdu. Menggema melalui speaker-speakernya. Menciptakan nuansa syahdu. Menemani jamaah yang berdatangan memenuhi lapangan luas. Dengan tikar-tikar lebar yang digelar.

Iman isya' acara puncak tadi malam adalah Habib Ahmad, putra ulama berjuluk 'Ainu Tarim', Habib Abdullah bin Syihab. Adapun tarawihnya saat itu diimami para ulama sepuh secara bergantian. Setiap dua kali salat atau 4 rakaat tarawih. Menyebut nama Nabi atau khalifah sebagai penyela. Lalu berdoa sejenak. Dan ganti imam yang baru.

Susunan acara sama seperti khataman masjid-masjid lainnya. Dimulai membaca doa khotmil quran karya Iman Ali Zainal Abidin, cicit Rasulullah Saw. Doanya lumayan panjang. Sekitar 10 halaman. Dibaca secara bergantian tiap fasal oleh para ulama sepuh terkemuka. Lalu dilanjut doa birrul walidain (doa untuk kedua orang tu. Karya Syekh Ibn Abil Hibb Al-Hadhramy. Yang dibacakan anak-anak kecil secara bergantian dan berurutan. Dan masih dilanjutkan lagi pembacaan doa-doa hingga menjelang sahur!

Euforia malam itu begitu terasa. Menyaksikan lautan manusia sujud berjamaah di satu tempat yang indah. Lurus dengan barisan yang rapi. Nuansanya syahdu. Speaker-speaker masjid yang dipasang di banyak titik mengencangkan lantunan takbir, bacaan Alquran, salawat dan qasidah. Hingga menggema kemana-mana. Syahdu. Termangu dan termenung menikmati suasana yang tenang, damai dan tentram ini.

Jam 12-an malam sedikit demi sedikit jamaah mulai bubaran. Menuju masjid lain untuk melakukan salat tarawih lagi. Di masjid-masjid lain yang jadwal tarawihnya dini hari. Terutama ke masjid Imam Al-Haddad di Hawi Tarim. Yang pada malam itu juga menggelar acara khataman. Acaranya sama dengan masjid lain. Sampai subuh nonstop. Di tengah-tengah waktu itu, sekitar jam 3-an, disuguhkan makan sahur untuk para hadirin. Dan jamaah subuh pun ramai sekali.

Malam terakhir bulan Ramadhan memang malam yang begitu mengharukan. Kesyahduan Tarim yang menyala-nyala di malam-malam itu akan berakhir. Bulan penuh rahmat. Bulan penuh ketentraman dan ketenangan. Ia akan pergi. Dan pasti akan kembali. Namun siapa yang menjamin umur kita akan menjumpainya lagi?

Azro Rizmy,
Tarim, Senin, 3 Juni 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sanad Tertinggi di Muka Bumi

Karena Tentukan Dukungan, Katak Dipuji, Cicak Dimurkai

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru