Alasan Mengapa Tarim Dijuluki Al-Ghonna

Tarim, kota mungil di daratan provinsi Hadhramaut, Yaman Selatan. Tidak ada habis-habisnya membicarakan keistimewaannya. Dari sejarah ribuan tahun lalu, ratusan, puluhan tahun yang lalu, hingga sekarang. Puncaknya pada tahun 2010, ISIESCO, sebuah lembaga kebudayaan internasional memberikan penghargaan pada Tarim sebagai kota pusat peradaban Islam.

Dahulu, pada zaman pasca wafatnya Rasulullah Saw, terjadi gencar-gencarnya sebagian umat Islam menolak untuk mengeluarkan zakat. Sayyidina Abubakar Assiddiq sebagai khalifah saat itu pun mengutus pasukannya ke berbagai wilayah, untuk memastikan kabar yang tengah beredar. Di berbagai wilayah tersebut secara nyata memang banyak yang enggan mengeluarkan zakat. Termasuk di antaranya wilayah Yaman. Masyakarat Tarim pun pada mulanya disangka bagian dari kelompok yang enggan itu. Namun saat utusan Khalifah mengecek langsung keadaan, yang terjadi adalah sebaliknya. Masyarakat Tarim masih taat dan konsisten pada syariat.

Mendengar kabar baik itu, Sayyidina Abu Bakar amat bahagia dan takjub pada masyarakat Tarim. Sehingga beliau mendoakan kota Tarim dengan tiga doa yang masyhur. Pertama, agar Allah tumbuhkan di kota itu para Aulia (wali/kekasih Allah) yang sangat banyak sebagaimana rumput yang tumbuh di musim hujan. Kedua, agar air di kota Tarim senantiasa berlimpah. Ketiga: agar kota Tarim senantiasa makmur hingga hari kiamat.

Julukan Alghonna yang selalu tersemat pada nama kota Tarim tidak lepas dari doa Sayyidina Abu Bakar ini. Setidaknya ada dua penafsiran seputar julukan tersebut. Yang keduanya sama-sama sesuai realita dan sesuai doa Sang Khalifah. Al-Ghonna dengan penafsiran pertama diartikan "yang rindang". Artinya, kota Tarim Al-Ghonna adalah daerah yang rindang, perkebunan yang hijau, dan pohon-pohon yang lebat. Sedang penafsiran kedua, Al-Ghonna diartikan "yang kaya".

Syekh Ali Baharmi, saat kutanyai tentang makna al-ghonna, menjawab bahwa kalimat itu bermakna "yang kaya raya", bentuk mubalaghoh dari kata al-ghoni (yang kaya). Tarim dijuluki al-ghonna, kata beliau, karena kota ini sejak dulu kaya akan keberadaan para wali dan ulama. Beliau memilih penafsiran ini karena di samping hal itu sesuai dengan doa Sayyidina Abu Bakar, al-ghonna diartikan kota rindang menurut beliau kurang sesuai. Tarim secara kasatmata terlihat di kanan-kirinya dikelilingi tebing-tebing cadas dan bebatuan keras, bukan tanah hijau subur loh jinawi.

Tapi aku sendiri lebih condong ke penafsiran pertama, yakni al-ghonna dengan arti kota rindang. Meskipun Tarim terlihat kering, panas, penuh bebatuan dan tebing-tebing cadas, tapi sejatinya kota ini memiliki tekstur tanah yang cukup subur, yang memungkinkan ditanami berbagai macam pohon dan tanaman. Dengan syarat: pasokan airnya terpenuhi. Dan memasok persediaan air di Tarim bukanlah hal yang sulit. Sebab secara geografis, kota Tarim terletak di wilayah lembah dataran rendah yang notabene aliran airnya cukup melimpah.

Ya. Air di kota Tarim ini cukup melimpah. Meski sekilas terlihat coklat dan tandus, tapi ingat, letak geografis kota Tarim berada di sebuah lembah. Disebut wadi Hadhramaut, artinya lembah Hadhramaut. Bayangkan, jika wilayah Hadhramaut itu berupa daratan yang membentang luas tanpa batas, maka lembah Tarim adalah "sela" dari bentangan itu. Seperti retakan bumi jika dilihat dari atas ketinggian beberapa kilo meter. Dan di bawah sela retakan itulah kota Tarim berada.

Letak geografis yang begitu rendah itulah salah satu faktor yang menjadikan Tarim memiliki pasokan air yang melimpah. Sumur-sumurnya menyimpan kekayaan air yang jernih dan segar. Bahkan saking jernihnya itu, di Tarim banyak dijumpai tempat-tempat minum air putih gratis untuk umum dengan alat pendingin, baik di masjid-masjid, atau bahkan di pinggiran jalan. Air minum gratis itu adalah air sumur asli tanpa proses penyaringan.

Bukti lain akan kakayaan air yang dimiliki Tarim adalah banyaknya kolam renang di kota ini. Ada nyaris seratus komplek kolam renang yang tersebar di seantero Tarim. Airnya bersih, jernih dan segar. Seluruh pasokannya diambil langsung dari galian sumur, tanpa proses filter, juga tanpa tambahan zat kaporit. Setelah terpakai, air kolam itu kemudian dibuang dan dialirkan ke komplek persawahan atau perkebunan yang tak jauh dari lokasi kolam. Sehingga suplai air itu menjadikannya sebuah wilayah dengan perkebunan hijau, subur dan rindang.

Menjadi kota yang kaya raya akan para wali dan ulama sesuai doa pertama, juga kota rindang dengan pasokan air melimpah sesuai doa kedua, adalah dua hal yang betul-betul nyata dan sesuai realita. Keduanya adalah berkah doa sang Khalifah. Mustajab dan penuh karunia. Demikian pula doa yang ketiga: Tarim akan menjadi kota yang selalu makmur dan hidup sampai kiamat tiba. Tarim tak kan menjadi kota mati yang ditinggal penduduknya. Tarim sampai kapan pun akan selalu banyak menyimpan sejarah, dan melahirkan para legenda. Ya Tarim wa Ahlaha.

Azro Rizmy

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru

Karena Tentukan Dukungan, Katak Dipuji, Cicak Dimurkai

Sanad Tertinggi di Muka Bumi