Pernikahan, Poligami dan Kejamnya Jombloisasi
*Catatan Khutbah Jumat Masjid Aidid Tarim, 8 September 2017
Tidak diragukan lagi, salah satu khutbah jumat terbaik di antara masjid-masjid wilayah Tarim ini adalah khutbah di masjid Maula Aidid kota Tarim. Khutbah yang diorasikan seorang sayyid berlatar belakang akademisi ini selalu berisi kajian ilmiah seputar problematika kontemporer. Baik dari persoalan bangku sekolah dan kuliah, hingga pernikahan anak muda. Kali ini, jumat (8/9) khutbah di masjid ini mengangkat tema yang cukup menarik. Yakni seputar masalah pernikahan, poligami hingga proyek "jombloisasi". Yaitu, sistem budaya kejam yang memaksa anak muda menjalani masa jomblonya semakin panjang dan makin lama penantian akhirnya. :D
Pertama, sang khatib menyinggung soal pentingnya menikah bagi para pemuda, lalu lanjut memberikan solusi tepat dan asyik untuk para suami yang ingin menambah lahan nganunya --dengan poligami. :) Kata beliau, jika seorang suami betul-betul yakin bisa berlaku adil ketika memiliki istri lebih dari satu maka ia boleh berpoligami. Poligami ini, lanjut sang khatib, disyariatkan agar menjaga nasib perempuan-perempuan yang butuh perlindungan seorang suami, juga untuk menjaga "kehormatan" suami agar tidak terkotori dengan hal-hal yang menyimpang. (seperti mencari rumput tetangga yang lebih hijau atau "njajan" sembarangan di warung orang 😁).
Kedua, langsung memasuki tema yang paling menarik menurut versi jamaah ikhwan dan akhwat :v. Yaitu seputar budaya jombloisasi yang banyak dilakukan masyarakat yang tentunya sangat merugikan terhadap nasib kaum pemuda zaman ini. Cukup banyak faktor-faktor yang menyebabkan budaya jombloisasi ini mengakar kuat dalam peradaban manusia, salah satunya adalah mereka sengaja menyulitkan biaya mahar dan mensakralkan resepsi pernikahan, sehingga kaum muda kelas menengah sekalipun kurang bernyali untuk menghadapinya. Budaya ini, kata sang khatib dengan nada tegas, harus dihapuskan! Dan kita para orang tua harus memudahkan jalan pernikahan anak-anak kita! :v
Faktor lain gerakan jombloisasi menurut sang khatib adalah budaya "antrian". Misalnya, putri kedua tidak boleh menikah sebelum kakaknya --putri pertama menikah. Begitu pula dengan anak lelaki, tidak boleh mendahului kakaknya. Budaya ini kata beliau termasuk faktor jombloisasi yang perlu segera dihapuskan dan dibuang jauh-jauh dari peradaban kita. Andai saja sang khatib berdiri sebagai proklamator kemerdekaan, ia mungkin akan berteriak-teriak lantang seraya menambahkan teks undang-undang 45; pernikahan adalah hak segala bangsa. Oleh sebab itu, segala usaha dan proyek jombloisasi di muka bumi ini harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan! :D
Mestinya, lanjut sang khatib, jika anak-anak kita sudah butuh dan siap menikah, maka nikahkan, untuk menjaga kesucian dan kehormatan masa mudanya. Beliau juga "menodongkan" senjata opininya berupa hadits Rasulullas Saw riwayat Abu Hurairah ra. yang intinya, jika datang pada kalian seorang lelaki yang bagus pekerti dan agamanya --untuk melamar putrimu, maka nikahkan segera, agar mereka berdua terhindar dari fitnah! **ingat, yang perlu digarisbawahi adalah bagus pekerti dan agamanya! (Alias: santri! Haha😁).
Terakhir, sang khatib pun menutup khutbahnya dengan mendoakan kebaikan para pemuda zaman sekarang, terutama untuk para korban kejamnya proyek jombloisasi yang cukup menyebalkan ini. Kurang lebih doa beliau adalah berikut; **silahkan para jomblo men-copypaste-kan doa ini di setiap munajatnya :D
اللهم لاتدع لنا عازباً إلا زوّجتَه، ولامتزوجاً إلا رزقتَه ذريةً طيبةً، وارزق شبابنا وشباب المسلمين العفةَ والعفافَ
"Ya Allah, jangan kau biarkan diantara kami orang jomblo kecuali kau nikahkan dia. Dan jangan kau biarkan seorang suami kecuali kau beri ia keturunan yang bagus. Ya Allah beri para pemuda kami, pemuda-pemudi umat islam ini keterjagaan dan kehormatan".
Ketika khatib melantunkan doa spesial ini, tampak seorang jomblo ngenes, seusia mahasiswa, menunduk penuh syahdu, amat khusyu mengamini doa ini. Menurut pengamatan penulis, hati pemuda khusyu ini bergumam "Ya Tuhan, jadikan doa spesial ini terus dilantunkan setiap saat oleh semua khatib sebelum mengakhiri khutbahnya, di masjid manapun wahai Tuhanku, pliiss :D". Sementara si penulis yang hanya bisa husnuzon ini pun lantas ikut reflek mengamini dalam hatinya. "Amieen" :D
Wes, cukup sekian ngigaunya. Ojo lali bahagia, mblo! :D
*NB: Catatan ini ditulis saat siang2 panas seusai jumatan pas listrik mati, di asrama Gohom, Aidid-Tarim, 8 September 2017
hehe...
BalasHapusizi save gambarnya yaa
BalasHapus*n
Hapus