R02: Buka Puasa Pertama dan Tarawih Double

Tarim, 02 Ramadhan 1440 H

Kemarin. Buka puasa hari pertama di bulan Ramadhan. Terasa masih belum sepenuhnya terjun ke dalam nuansa ketariman. Aku memilih buka puasa bareng kawan ceesku, Rif'at Jakarta, di suatu apartemen (atau sebut saja flat, atau bahasa orang sini 'syuggoh').  Flat itu lokasinya tepat di samping (atau juga depan) rumah Habib Umar bin Hafidz. Bahkan saking dekatnya, dinding flat dan rumah Habib berjarak hanya beberapa meter saja. Sangat berdekatan. Hanya dipisahkan jalan kecil seukuran satu mobil.

Itu flat sewaan. Bisa sewa harian. Bisa juga bulanan. Harganya relatif murah, dengan dua kamar, dapur, ruang tamu dan kamar mandi, ditambah fasilitas yang cukup lengkap dan memadai. Ada peralatan masak-dapur, kulkas, mesin cuci dsb. Tarif sewa sehari-semalam cuma 7.000 RY atau sekitar 210 ribu rupiah. Paket sebulan 130.000 RY atau sekitar 3,9 juta rupiah. Dengan kurs 100 USD sekitar setara 50 ribu RY dan 1.450.000 rupiah. Cukup murah untuk ukuran flat yang lokasinya sangat strategis itu.

Untuk menu takjil kemarin kita beli sendiri. (Biasanya kan gratisan ambil jatah di asrama, atau nyari 'berkah' di masjid-masjid sekitar hehe). Takjilan itu Rif'at yang beli. Menunya bermacam-macam. Banyak sekali. Ada sambosa beraneka rasa. Ada yang isi daging, ada yang isi ayam, isi telor, keju dsb. Selain sambosa kita juga menyantap Bufiyah (mirip bakwan tapi bentuknya bulat), ada juga jajanan mirip molen tapi isi keju. Dan ada lagi jajanan lain khas orang sini tapi aku nggak tahu namanya. Orang Indonesia mah kalau beli jajanan cuma nunjuk. Tanya ini berapaan. Ambil. Bayar. Sudah.

Menu buka puasa hari pertama kemarin juga hasil masakan sendiri. Sederhana. Kita masak nasi goreng. Bumbu bawang-cabenya asli lokal, ditambah bumbu instan kemasan indofood produk Indonesia. Dengan lauk daging sisa sahur, ditambah lagi telor dadar. Itu lebih dari cukup untuk memanjakan lidah para perantau yang rindu masakan khas Indonesia. Eksekuasi (alias menyantap) makanannya setelah salat maghrib dan setelah mandi. Biar usai makan nanti bisa langsung siap taraweh.

Rencana salat taraweh di Darul Mustofa. Jadwal iqomah salat isya dan tarawehnya pukul 20.45. Diimami langsung Habib Umar. Aku berangkat agak telat. Pukul 20.50. Nanti telat satu atau dua rakaat isya, pikirku. Ternyata di luar dugaan. Iqamah salat isya dimajukan. Waktu aku datang, Habib Umar sudah masuk salat taraweh. Salatnya lama. Sekitar dua jam. Baca dua juz Alquran. Jadi aku hanya tertinggal dua salat taraweh (atau empat rakaat). Dan selesai tarawehnya di situ (tanpa ikut witir) pukul 22.15.

Salat tarawehku belum lengkap. Masih 16 rakaat tanpa witir. Aku menuju masjid Ba'alawi untuk menambalnya. Di masjid Ba'alawi, iqamah isyanya pukul 23.00. Salat tarawehnya relatif cepat. Seperti keumuman salat taraweh di masjid-masjid lainnya. Jamaahnya membeludak. Aku yang datang tepat ketika iqamah pun mau tidak mau dapat shaf di luar masjid. Suasananya justru asyik. Syahdu. Dan aku lebih menyukai nuansa seperti itu.

Di situ aku tidak lagi ikut salat jamaah isya. Sebetulnya boleh-boleh saja kita salat isya yang kedua kali. Tapi aku memilih menunggu tarawehnya. Salat 20 rakaat + 3 rakaat witir di masjid itu lantas aku bagi. 4 rakaat awal kuniatkan taraweh supaya terawehku komplit. 8 rakaat selanjutnya kuniatkan salat mutlaq qiyamullail. 8 rakaat lagi kuniatkan salat witir yang kemudian ditambah 3 rakaat. Total witir jadi 11 rakaat.

Rumusnya sederhana: semakin banyak rakaat salat, semakin banyak pula tempat sujud yang akan menjadi saksi indah nanti di akhirat. Insyaallah. Semoga maqbul. (Azro Rizmy)

Tarim, Selasa, 7 Mei 2019

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru

Karena Tentukan Dukungan, Katak Dipuji, Cicak Dimurkai

Sanad Tertinggi di Muka Bumi