R20: Persiapan Ahli Tarim Sambut 10 Hari Akhir Ramadan

Tarim, 20 Ramadhan 1440 H

Ramadhan di mata masyarakat Tarim betul-betul bulan yang istimewa. Tidak seperti daerah-daerah lain yang hanya ramai di awal saja. Di Tarim, semakin hari semakin bertambah semangat. Terlebih saat memasuki 10 hari akhir bulan Ramadhan.

10 malam istimewa itu bermula di malam 21 Ramadhan. Dan malam ke 20-nya adalah malam persiapan untuk menyambut 10 hari akhir itu. Masjid-masjid Tarim yang seusai tarawih-witirnya dibacakan syair dan qasidah panjang itu, kini ditambah lagi dengan pembacaan 'khutbah'. Khusus untuk persiapan menyambut 10 akhir Ramadhan. Lumayan panjang. Sekitar setengah jam membacanya.

Khutbah itu berisi motivasi agar tambah giat lagi meningkatkan ibadah, 'mengencangkan ikatan sarung', dan tentang fadilah-keutamaan 10 akhir Ramadhan. Yang di dalamnya ada Lailatulqadar. Satu malam istimewa yang lebih unggul dibanding 1.000 bulan. Satu malam yang keistimewaannya melebihi rata-rata umur manusia.

Di khutbah itu juga ada ucapan salam teruntuk Sang Ramadhan, Assalamu alaika ya syahra Ramadhan, assalamu alaika.. Lantas para jamaah menyahutinya 'alaihissalam'. Seolah Ramadhan adalah seorang tamu yang amat istimewa di benak pemilik rumah. Kemudian dilanjut doa panjang berisi munajat kepada Allah.

Di malam 20 itu, aku salat di masjid Baharmi. Seperti rutinitasku biasanya. Di situ sama seperti masjid-masjid Tarim lainnya. Dibacakan khutbah. Dilanjut qasidah rutinan Ramadhan. Witriyah, Fazaziyah dan Qawafi. Mulai salat pukul 20.00, dan rampung pukul 21.30.

Lanjut ke Masjid Al-Muhdhor yang menaranya menjadi ikon kebanggaan Tarim. Menara berbahan baku tanah liat tertinggi di dunia. Tarawihnya dimulai pukul 23.00. Yang jadwal rutin mulanya pukul 00.30 dini hari. Namun dimajukan sejam setengah karena begitu istimewanya malam ini.

Di masjid ini, pukul 22.00 atau satu jam sebelum iqamat isya, para jamaah sudah banyak yang hadir. Berpakaian serba putih. Gamis-jubah putih dengan sorban imamah putih. Atau baju koko dan peci serba putih. Berbaris rapi di shaf-shaf salat. Menunduk penuh kekhusyuan membaca Alquran. Sepanjang shaf itu kau akan lihat pemandangan yang membuat hati terenyuh. Ratusan bahkan ribuan orang hanyut dalam ketenangan, ketentraman dan nikmatnya ibadah.

Di waktu itu, ada relawan yang sukarela membagikan mushaf Alquran. Yang ia ambil dari rak lemari masjid. Keliling mengitari jamaah yang hendak baca Alquran. Ratusan orang yang berbaris di shaf-shaf salat itu, khusyuk dalam dzikir dan bacaannya. Semakin mendekati iqamat, jamaah makin banyak berdatangan. Memenuhi masjid, hingga membeludak ke pelatarannya.

Lalu saat pukul 22.55, atau 5 menit menjelang iqamat, ada lagi relawan yang jumlahnya lebih banyak. Keliling mengitari jamaah untuk mengambil mushaf-mushaf mereka. Yang nanti ia rapikan lagi di rak masjid. Itu penting. Tanpa relawan, dengan jumlah pembaca Alquran sebanyak itu, jika mereka masing-masing mengembalikannya ke rak, dipastikan suasana masjid akan menjadi kurang kondusif.

Euforia malam itu sangat terasa di masjid Al-Muhdhor ini. Jamaah antusias mendengarkan khutbahnya. Didendangkan juga alunan syair pujian pada Rasulullah dan kerinduan pada Kubah Hijau-nya. Setiap sela-sela qasidah, ada reff yang berupa bacaan salawat pada Nabi. Jamaah serentak menyahutinya dengan syahdu dan penuh kerinduan.

Masih lanjut lagi dengan pembacaan syair-syair khas Ramadhannya. Mulai dari qasidah Witriah. Lanjut Fazaziyah. Dan terakhir qasidah Qawafi. Semuanya berisi syair-syair penggugah jiwa. Baru rampung jam satu lewat seperempat dini hari.

Begitu indah. Begitu damai. Tenang dan tentram. Yang ada di benakku saat itu, akan kah selamanya aku bisa selalu merasakan ketentraman seperti ini? Aku yang sekarang merindukan tanah air, akan kah nantinya akan merindukan tanah ini, dengan kerinduan berkali-lipat?

Azro Rizmy,
Tarim, Sabtu, 25 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sanad Tertinggi di Muka Bumi

Karena Tentukan Dukungan, Katak Dipuji, Cicak Dimurkai

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru