R18: Masjid Segaff dan Hadhrah Bermusik Syahdu

Tarim, 18 Ramadhan 1440 H

Masjid As-Segaff. Salah satu masjid tua dan dihormati di Tarim. Berdiri pada tahun 768 Hijriyah. Salah satu dari sepuluh masjid yang dibangun oleh Al-Imam Abdurrahman Assegaff, punggawa habaib bermarga Assegaff. Julukan Assegaff (Assaqqaf) sendiri bermakna atap. Disematkan pada beliau karena ketinggian ilmu dan derajat kewaliannya.

Diceritakan, Imam Abdurrahman yang merupakan cicit Imam Faqih Muqaddam ini setiap harinya biasa mengkhatamkan Alquran 2 sampai 4 kali khataman. Beliau hidup atas kerja tangan sendiri. Dengan menanam pohon-pohon kurma yang setiap satu pohon tanamannya dibacakan surat yasin. Khusus perkebunan yang bernama Bahubaisyi, tiap tanamnya beliau bacakan satu kali khataman Alquran. Tentu tanpa mengesampingkan kesibukan belajar-mengajarnya.

Masjid ini terletak di jantung kota Tarim. Sekitar 50 meter dari Masjid Baalawi. Di antara keduanya ada Darul Faqih, tempat para mufti Tarim berkumpul dan berdiskusi. Arsitektur masjidnya kuno. Sama seperti masjid-masjid kuno Tarim lainnya. Dindingnya tebal dan tiangnya besar. Masjid ini berbentuk persegi. Tidak luas. Bahkan bisa dibilang masjid yang amat kecil.

Bagian dalamnya hanya berukuran sekitar 10 x 12 meter. Tiga meter bagian depan ada atapnya. Tiangnya besar, jarak antara tiang-tiangnya hanya sekitar dua meter. Sedangkan bagian tengah hingga belakang masjid ini dibiarkan terbuka tanpa atap. Satu shaf hanya cukup sekitar 14 orang. Jika penuh masjid Assegaff ini hanya muat 110-an orang untuk bagian dalam masjid, ditambah ruang sebelah sekitar 60-an orang. Masjid kecil. Tapi jangan tanya, ketika acara besar, para hadirinnya membeludak hingga ke perkampungan warga.

Masjid Segaff ini terkenal dengan Qubbah Abi Murayyim-nya. Salah satu lembaga Tahfidzul Quran di Tarim. Yang mencetak banyak para penghafal Alquran. Habib Umar bin Hafidz termasuk alumnusnya. Sampai sekarang Abi Murayyim masih aktif melahirkan para hafidz. Imam masjid Assegaff saat ini adalah Habib Abdullah Alaydrus. Ayahanda Habib Ali bin Abdullah Alaydrus, yang merupakan salah seorang ulama terkemuka dalam ilmu Qiraat.

Juga terkenal dengan Hadhrah Segaff-nya. Yang rutin digelar setiap Rabu malam Kamis. Budaya yang ada sejak zaman pendiri masjid, Imam Abdurrahman Assegaff. Di kalangan ulama tasawuf (para sufi), Hadhrah adalah salah satu majelis dzikir yang lebih fokus untuk mengolah hati para murid, juga perasaan, dan kerinduannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Hingga tenggelam dalam samudera cinta-Nya.

Hahdrah ini diisi dengan lantunan qasidah dan syair-syair penggugah jiwa. Diiringi tabuhan rebana, dan alunan seruling. Iramanya pelan dan tenang. Syahdu dan merdu. Menghadiri majelis hadhrah ini, jika dirasakan dan diresapi, seolah-olah berada di alam lain. Alam jiwa dan rohani. Yang tenang dan melayang. Setiap kali alunan seruling ditiup, orang-orang mengangkat tangannya dengan penuh kekhusyuan. Menengadah ke arah atas. Seraya bermunajat dan berdoa.

Tentu. Soal alat-alat musik itu, terutama seruling (orang sini menyebutnya: syabwah) ulama Tarim ikut pendapat ulama yang memperbolehkan. Seperti Imam Ar-Rafi'i dari kalangan mazhab Syafii. Atau Imam Ibnu Abidin dari kalangan mazhab Hanafi yang berpendapat bahwa, keharaman alat musik yang disebut dalam hadits itu bukan karena alatnya. Melainkan karena ada unsur لهو yang melalaikan pemain atau pendengarnya dari mengingat Allah.

آلة اللهو ليست محرمة لعينها، بل لقصد اللهو منها - حاشية ابن عابدين 6/350

Dan jelas. Bahwa seruling yang dipakai untuk Hadhrah ini tak ada unsur lahwu. Apalagi nuansa kefasikan. Jelas tak ada. Yang ada justru membantu untuk mengingat Allah dan mendekatkan diri pada-Nya, dengan sepenuh hati dan jiwa. Karena dengan alunan musik itu, para pendengar semakin mampu meresapi lebih dalam lagi makna syair-syair yang dilantunkan.

Begitulah masyarakat Tarim. Hidupnya hanya untuk Allah. Kesehariannya berdzikir pada Allah. Bahkan hiburannya pun dengan alunan syair, diiringi musik lembut yang juga mengingatkan mereka pada Allah.

Azro Rizmy,
Tarim, Kamis, 23 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sanad Tertinggi di Muka Bumi

Karena Tentukan Dukungan, Katak Dipuji, Cicak Dimurkai

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru