R05: Masjid Baharmi, Salah Satu Masjid Kuno yang Dikenal Keramat

Tarim, 05 Ramadhan 1440 H

Masjid Baharmi 'terselip' di antara padatnya rumah penduduk yang berdempetan. Terletak sekitar 100 m dari komplek makam Furait. Furait sendiri posisinya tepat di depan makam Zanbal ke arah utara. Jaraknya dekat. Tapi menjelaskan rute jalan menuju masjid ini hanya dengan kata-kata malah akan membuat kepala pusing. Itu karena banyaknya masjid-masjid di situ yang berdekatan, bahkan ada yang berselisih beberapa meter saja, ditambah lagi pemukimam warga yang amat padat.

Termasuk salah satu masjid tertua di Tarim. Dibangun pada abad ke 6 Hijriyah. Sekitar 900 tahun lalu. Oleh Syekh Mas'ud Baharmi yang sezaman dengan Imam Ali, ayahanda Faqih Muqaddam. Amat tua. Kuno. Hingga lintas puluhan generasi keturunan. Dengan marga 'Baharmi' yang disematkan pada nama anak-cucunya. Sekarang ini, pemegang masjid ini adalah guruku, Syekh Ali Abdurrahman Baharmi, salah satu ulama qira'at kota Tarim.

Masjid ini juga dikenal keramat. Arsitekturnya kuno. Bangunannya yang tak begitu luas itu mempunyai banyak tiang yang besar dan lebar. Sama seperti temboknya yang juga besar dan tebal. Yang telah menjadi ciri khas arsitektur bangunan kuno berbahan baku tanah liat di wilayah Hadhramaut.

Di antara banyak tiang yang ada di bagian dalam masjid itu, ada satu tiang yang menarik perhatian setiap pengunjungnya. Adalah tulisan yang dipahat di lingkaran tiangnya, tertulis:

هذه السارية التي ردت على المصلي

"Inilah tiang yang pernah menegur orang shalat"

Seperti yang diceritakan guruku tadi malam usai taraweh di masjid Baharmi ini, bahwa satu tiang itu mempunyai sejarah yang menakjubkan. Ceritanya, dahulu kala, salah satu leluhur beliau, bernama Syekh Ali bin Abdullah Baharmi, yang saat itu adalah pembesar ulama dalam fiqih (atau disebut alim faqih) sedang shalat di masjid itu. Beliau mempercepat shalatnya. Lalu tak diduga, salah satu tiangnya berbicara dengan lantang:

يا شيخ ، ليس هكذا صلاة الفقهاء

"Hai Syekh, bukan seperti ini cara shalatnya orang faqih"

Ia terkejut. Menyadari ada yang kurang pas dalam shalatnya. Terkejut pula karena yang mengingatkannya tadi bukanlah manusia. Yang berbicara lantang itu adalah tiang masjid! Syekh Ali pun mengulang shalatnya, dan memperbaiki tatacara beserta adabnya. Sejak saat itulah, tiang ini, dan masjid ini, mempunyai kisah keramat yang diabadikan dengan tulisan yang dipahat pada salah satu tiang. Bahwa masjid ini, berpuluhan generasi, telah menjadi tempat beribadahnya para ulama dan wali yang shalih dan dekat dengan Tuhannya.

Dan di bagian belakang masjid, ada pula ruangan khusus di lantai dua. Ruangan untuk daras. Tidak terbuka setiap waktu.  Hanya dipakai untuk pengajian. Ada jadwal waktu tertentu. Dengan jadwal kitab-kitab tertentu pula. Seperti kitab karya Imam Al-Haddad dan lainnya.

Aku pernah memasuki ruangan itu. Saat itu aku mengaji Syarah Syatibiyah, salah satu kitab dalam fan ilmu Qiraat Sab'ah. Diajar langsung oleh guruku: Syekh Ali Abdurrahman Baharmi. Sebetulnya daras kitab ini semula dikaji di ma'had Al-Aydrus, namun karena ujian semester sudah dekat, dan target materi yang belum tercapai, akhirnya beliau adakan jam tambahan, di masjid ini, di ruangan itu.

Oleh karena kekeramatan masjid ini, dengan usia yang hampir seribu tahun ini, di bulan Ramadhan kali ini, insyaallah aku memilih untuk mengisinya dengan ngalap berkah di masjid Baharmi. Menjadi tukang bagi gahwah yang bertugas menuangkan minuman ke para jamaah. Karena Allah ta'ala. Berharap semoga memperoleh cipratan setetes dua tetes dari keberkahan dan sirr yang ada di dalamnya. (Azro Rizmy)

Tarim, Jumat, 10 Mei 2019 M

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sanad Tertinggi di Muka Bumi

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru

Karena Tentukan Dukungan, Katak Dipuji, Cicak Dimurkai