R15: Satu Malam Tarawih 120 Rakaat Berjamaah di Tarim

Tarim, 15 Ramadhan 1440 H

Tarim, salah satu kota kecil di provinsi Hadhramaut, Yaman. Kota yang pada tahun 2010 dinobatkan ISIESCO sebagai kota Pusat Peradaban Islam Dunia. Meskipun wilayahnya relatif kecil, kota ini konon mempunyai lebih dari 300 masjid, walaupun hanya sebagian di antaranya yang dipakai untuk salat Jumat.

Pada bulan Ramadhan, ratusan masjid Tarim itu mempunyai jadwal tarawih yang bervariasi. Ada yang di awal isya. Ada yang di tengah malam. Ada juga yang dini hari menjelang sahur. Azan isya di masjid-masjid itu sesuai kapan dilaksanakan tarawihnya. Jika tarawihnya pukul 00.30 dini hari, maka azan isyanya pukul 00.00. Alhasil, di kota ini azan isya bulan Ramadhan bisa didengar sepanjang malam.

Jadwal sebagian masjid-masjid itu tertulis dalam daftar yang rapi. Tersebar di masyarakat. Jadi, kalau kita ingin tarawih kapan dan di mana, tinggal lihat jadwalnya. Lalu pilih jamaah masjid yang sesuai selera.

Jadwal tarawih gelombang pertama ada di masjid Sulton, dekat makam Zanbal. Dimulai tepat di awal waktu isya. Tarawih dan witirnya saja hanya 20 menit. Dari pukul 19.30 sampai 19.50. (Baca: R10 Tarawih Ngebut Ala Masjid Sulton Tarim).

Gelombang kedua tarawih pukul 20.00-an. Ada masjid Jauhar, masjid Baharmi, masjid Barusyeid, dan masih banyak lagi. Biasanya masjid-masjid ini rampung tarawihnya pukul 20.45-an.

Gelombang ketiga. Tarawih pukul 21.00. Seperti masjid Syekh Ali bin Abibakar Assakron, masjid Ba Buthainah yang berdampingan dengan Ribat Tarim, masjid Jamalullail, dan masih banyak lagi.

Gelombang keempat. Tarawih pukul 23.00. Seperti masjid Baalawi dan masjid Suwaiyah.

Gelombang kelima. Tarawih pukul 00.00 atau 00.30. Seperti masjid Al-Muhdhor dan masjid Assegaff.

Gelombang keenam. Tarawih pukul 01.30 atau 02.00 sampai sahur. Seperti masjid Jami' yang diimami Mufti Habib Ali Masyhur bin Hafidz, ada masjid Al-Aydrus, masjid Al-Wa'el (masjid tertua di Tarim), ada juga masjid Attaqwa bersama Mufti Syekh Muhammad Ali Baudhon.

Suasana malam selama bulan Ramadhan di kota ini memang selalu hidup. Sepanjang malam. Dari awal hingga dini hari. Kesibukan yang biasa dilakukan di siang hari, saat Ramadhan berubah ke malam hari. Namun sesibuk apapun dia, dengan jadwal yang bervariasi itu, tak ada alasan untuk tidak bertarawih.

Ingin semalam tarawih 20 rakaat seperti biasa, cari satu masjid saja. Pingin 60 rakaat pilih 3 masjid yang berbeda. Ingin 100 rakaat pilih 5 masjid. Atau bahkan 120 rakaat dalam semalam, bisa diikuti di 6 masjid dengan jadwal tarawih yang berurutan.

Seorang Habib Umar bin Hafidz, yang mengimami dua juz tarawih di Darul Mustofa itu, sering kali lanjut ke masjid lain yang jadwalnya lebih malam darinya. Seperti masjid Baalawi, yang bahkan beliau sempat salat di pelataran masjid, karena ruangan dalam sudah penuh jamaah. Lalu lanjut lagi di masjid Al-Muhdhor. Dan begitulah beliau dengan penuh tekad dan semangatnya.

Barangkali ada pertanyaan: bukankah tarawih dalam satu malam itu hanya 20 rakaat? Apakah boleh menambahnya hingga hitungan 120 itu?

Jawabannya boleh. Dan ada tiga versi.

Pertama. Atas pendapat Ibnu Hajar Al-Haitamy dalam Tuhfah-nya. Yang intinya:

ما تسن فيه الجماعة تسن فيه الإعادة في وقته

Salat yang disunnahkan berjamaah, disunnahkan pula mengulanginya selagi masih dalam waktunya.

Masuk kategori kaedah di atas adalah: salat tarawih dan witir bulan Ramadhan, boleh diulang-ulangi secara berjamaah.

Kedua. Diniatkan mengqodho salat tarawih. Imam Nawawi dalam kitab Raudhoh-nya menyebutkan pendapat yang kuat di kalangan mazhab Syafii bahwa: dianjurkan mengqadha salat sunnah yang mempunyai waktu tertentu (muaqqat), seperti salat Dhuha dan salat ied. Boleh diqadha, hingga kapanpun tanpa batasan waktu.

Maka salat tarawih lebih dari 20 rakaat ini bisa juga diniatkan untuk mengqadha tarawih-tarawih yang pernah kita tinggalkan, atau yang belum komplit. Baik itu ketika setelah usia baligh, maupun sebelumnya.

Ketiga. Diniati sebagai salat mutlak. Untuk ibadah qiyamullalail di malam Ramadhan yang penuh keberkahan. Tidak masalah. Salat mutlak boleh dilakukan tanpa batasan rakaat. Kapanpun. Kecuali di waktu-waktu terlarang, seperti bakda salat subuh sampai terbit matahari, saat matahari tepat di tengah ufuq (istiwa), dan bakda salat ashar sampai masuk waktu magrib. Di selain waktu-waktu itu, kita bebas melakukan salat sunnah mutlak berapapun total rakaatnya.

Hari Sabtu malam Ahad kemarin. Tanggal 18 Mei atau malam 14 Ramadhan. Aku mencoba 'ekspedisi' semalaman. Bareng gus Iqbal 'Ngalam'. Untuk agenda salat tarawih berturut-turut di enam masjid yang berbeda. Semalam suntuk. Mulai dari awal isya hingga menjelang sahur.

Pertama di masjid Sulton, yang terkenal dengan tarawih tercepatnya. Tarawih-witirnya saja mulai pukul 19.30 sampai 19.50.

Kedua di masjid Baharmi. Dekat dengan masjid Sulton. Hanya berjarak beberapa meter saja. Di masjid Baharmi mulai isyanya pukul 20.00, dan tuntas tarawih-witirnya pukul 20.50. Tapi aku masih ada tugas khidmat di masjid ini. Sebagai tukang bagi gahwah. Yang -alhamdulillah- istiqamah sejak awal Ramadhan. Tuntas bagi gahwah pukul 21.10. Pamit. Lanjut ke masjid berikutnya.

Ketiga di masjid Ba Buthainah. Bangunannya masih sambung dengan Ribat Tarim. Imamnya tiap 4 rakaat bergantian. Kebanyakan imam-imam itu para santri Ribat. Termasuk santri asal Indonesia. Tarawihnya mulai 21.15, sampai 21.45.

Masih ada waktu luang satu jam lebih untuk lanjut di masjid berikutnya. Aku dan Gus Iqbal memilih istirahat sejenak di kedai kopi Farzakh (terminal) dekat Zanbal. Minum kopi susu. Untuk melepas penat dan penghilang kantuk.

Keempat masjid Baalawi. Masjid tua berjuluk masjid Qoum, dan salah satu masjid yang paling dihormati di Tarim. Isyanya pukul 23.00. Tarawih dan witirnya selesai pukul 23.45.

Kelima masjid Al-Muhdhor. Mulai pukul 00.30. Artinya, masih ada waktu luang lagi sekitar 40 menitan dari rampungnya salat masjid Baalawi.

Kami mampir di kedai Sibis. Yang Berdampingan dengan masjid Al-Muhdhor. Di sana kami istirahat dan nongkrong dengan ditemani Indomie, es lemon dan semangkok Sibis (kentang goreng). Kedai ini memang terkenal dengan Sibis favoritnya. Fenomenal di kalangan teman-teman Indonesia di Tarim. Jika ada kawan mengajak 'ayo nyibis', maka maksudnya adalah makan Sibis di kedai ini.

Keenam. Dan yang terakhir. Masjid Jami' Tarim. Salat isyanya mulai pukul 01.30 dini hari. Tuntas tarawih-witirnya pukul 02.15. Lalu mendengarkan qasidah-qasidah khas Ramadhan dengan suguhan air es putih dan secangkir gahwah (kopi hijau).

Jam setengah tiga-an, kami pulang ke asrama. Dapur dan ruang makan sudah buka. Ramai teman-teman mahasiswa. Aku pun langsung masuk. Dan menyantap makanan sahur bareng teman satu grup masak.

Malam itu cukup melelahkan. Tapi begitu asyik. Dan insyaallah akan selalu terkenang sepanjang hayat.

Azro Rizmy,
Tarim, Senin, 20 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sanad Tertinggi di Muka Bumi

Karena Tentukan Dukungan, Katak Dipuji, Cicak Dimurkai

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru