R11: Musim Panas Kota Tarim yang Unik

Tarim, 11 Ramadhan 1440 H

Tarim, salah satu kota di provinsi Hadhramaut, Yaman. Disebut juga Wadi (lembah) Hadhramaut. Lembah yang dikelilingi tebing batu. Di Tarim, menengok sekeliling penuh 360 derajat, yang kau lihat adalah tebing batu cokelat. Yang cadas, tinggi, dan gagah. Pemandangannya terlihat kering kerontang. Meski sebetulnya, kota kecil di sebuah lembah ini pasokan airnya cukup melimpah.

Saat musim panas, kota ini suhunya 40 derajat, bisa juga 44 derajat di puncaknya. Bandingkan dengan panasnya Surabaya, kota kelahiranku, pernah terjadi suhu 37 derajat, dan itu membuatnya ramai diberitakan ke-ongkep-annya. Tapi di sini tidak ada ongkep ataupun sumuk. Tak ada gerah. Iklimnya kering. Tidak berkeringat sama sekali. Itu karena persentase kelembapan di Tarim hanya belasan persen, sedangkan Surabaya mencapai 70%. Atau ambil contoh kota yang masih satu provinsi dengan Tarim, seperti Mukalla, kelembapannya masih di atas 60%.

Semakin tinggi kadar kelembapan suatu daerah, semakin membuat tubuh berkeringat pula saat cuaca panasnya. Itulah mengapa, di Tarim sepanas apapun suhunya, tidak membuat tubuh berkeringat. Sementara kota Mukalla yang satu provinsi dengannya, juga Surabaya kota kelahiranku, atau kota lain di Indonesia, saat cuaca panas cenderung membuat ongkep, atau tubuh berkeringat.

Di daerah dengan kelembapan minim seperti Tarim itu ketika musim panas memang tak berkeringat. Tapi panas tetaplah panas. Matahari bersinar lebih silau dan terik. Butuh pendingin. Pendingin ruangannya memakai AC sahrawi (atau disebut pendingin evaporatif) yang bekerja dengan sistem penguapan air. AC ini berbentuk kotak, dengan tiga serabut jerami yang dialiri air. Dua ada di samping. Satu ada di bagian belakang. Lalu ia bekerja menyedot udara dari luar melalui jerami yang telah basah karena air itu, hingga udara yang masuk ruangan menjadi dingin akibat proses evaporasi.

AC Sahrawi (atau AC evaporatif) ini tidak berfungsi di daerah yang persentase tingkat kelembapannya tinggi, seperti Mukalla, atau Surabaya dan wilayah Indonesia pada umumnya. Malah lebih mirip kipas angin biasa kalau digunakan di daerah-daerah itu. Tak ada efek. Tak bertambah dingin. AC evaporatif hanya bisa berfungsi di daerah yang beriklim kering. Karena kerjanya adalah menyedot udara kering dari luar, lalu terjadi proses penguapan air yang ada di jerami, kemudian menghasilkan udara lembap dan segar yang mendinginkan ruangan.

Tapi ada asyiknya tinggal di daerah beriklim kering ini. Salah satunya adalah soal jemuran pakaian. Menjemur pakaian cukup ditaruh di ruangan tertutup. Tanpa terkena pancaran sinar matahari. Hanya dua jam-an sudah kering. Atau boleh dibantu kipas angin --seperti di asramaku, yang disediakan ruangan khusus untuk menjemur pakaian, ruangan tertutup yang diberi kipas angin gantung-, bisa bahkan hanya satu jam sudah kering jemurannya.

Tarim yang beriklim kering ini, atau daerah lain yang sama, itu terjadi karena curah hujan yang relatif sangat rendah. Di Tarim hanya dua atau tiga kali hujan dalam setahun. Itu pun tidak begitu deras. Dan tahu tidak kapan saja jadwal turun hujan di Tarim? Pas puncak musim panas! Iya. Ketika sedang puncak-puncaknya suhu panas, bisa mencapai 44 derajat itu, justru datang awan mendung yang pekat, membuat langit menggelap, lalu turun hujan yang amat segar dan mendinginkan. Sungguh betul-betul rahmat Allah yang menyejukkan.

Musim panas di Tarim jadwalnya pada kisaran bulan Mei. Tepat bulan Ramadhan dan Syawalnya. Di bulan-bulan itu juga cuaca panasnya sedang yang memuncak. Tapi uniknya, seperti yang kuceritakan, saat-saat itu justru datang awan mendung di siang harinya. Guruku, Syekh Ali Abdurrahman Baharmi pernah bercerita, beberapa puluh tahun yang lalu, di Tarim ini kami tidak pernah merasakan panas. Musim dingin ya dingin. Musim panas ada awan mendung. Dulu sering banget turun hujan. Entah mengapa tahun-tahun terakhir ini curah hujan semakin rendah. Hingga turun hujan hanya dua-tiga kali dalam satu tahun.

Musim panas seperti ini adalah musim berbuahnya kurma. Angin kencang yang membawa awan mendung itu juga menerbangkan serbuk sari pohon kurma jantan, kepada bunga-bunga pohon betina. Hingga berbuah. Dan jadilah buah kurma. Kurma yang masih segar bernama 'Rutob'. Yang jarang ditemui di selain tanah Arab. Adapun kurma yang ada di Indonesia itu kurma yang sudah dikeringkan, namanya Tamer. Rutob itu ibarat anggur segar. Tamer itu ibarat kismisnya.

Azro Rizmy,
Tarim, Kamis, 16 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sanad Tertinggi di Muka Bumi

Karena Tentukan Dukungan, Katak Dipuji, Cicak Dimurkai

Pelafalan Huruf Shod yang Dulu Kukenal Ternyata Keliru